Lagi-lagi ia terlambat. Seolah itu menjadi kebiasaan yang tak pernah hilang sejak kecil.
Jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya menunjuk pukul sebelas.
"Makasih ya, gue masuk duluan, takut pak dosen ngamuk."
"Anjir. Emang lo nggak izin tadi?"
"Ya izin, tapi doi bilang nggak boleh lebih dari jam sepuluh,"
"Pak dosen di rumah Ann?"
"Kayaknya udah, tadi dia pergi. Terus gue juga pergi."
"Gue boleh masuk nggak Ann? Penasaran banget, gimana si balok es berjalan itu kalo di rumah?"
"Inget Cha, gue istrinya dosen balok es berjalan lhoh, gue aduin anjlok nilai lo,"
"Ck, baperan."
"Tapi beneran, gue ikut masuk ya Ann, bikinin teh gitu," sambung Alisya.
"Besok-besok deh lo kalo mau main, udah malem juga."
"Oke, besok gue kesini beneran ya, ajak Alan,"
Gadis itu hanya bergumam sambil membuka pintu mobil. Lalu beralih pada jok penumpang untuk mengambil beberapa belanjaan yang ia beli. Setidaknya untuk memberi alasan kalau ia pulang telat.
Anna membuka gerbang depan dengan sudah payah. Pasalnya bukan hanya satu atau dua, tapi ada lima kantong besar di tangannya..
Saat Anna sampai di depan pintu, terdengar suara mesin mobil yang dinyalakan. Rupanya Alisya menunggu sampai gadis itu masuk.
Anna memencet bel rumah beberapa kali. Tidak lama setelahnya pintu rumah dibuka. Memunculkan sosok Adam yang berdiri menjulang dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana pendeknya.
"Bisa tolong bawain nggak Mas? Interogasinya nanti aja, aku kebelet pipis," ringis Anna sambil menyerahkan semua kantong yang ia bawa pada Adam. Sedangkan gadis itu langsung berlari terbirit-birit naik ke kamarnya. Masuk ke dalam kamar mandi.
Adam menarik napas panjang. Mengunci pintu lalu membawa belanjaan istrinya ke dapur. Dengan lihai tangan lelaki itu menyusunnya di rak lemari pendingin. Ia berdecak saat menemukan sebuah kotak berukuran mini yang ternyata isinya es krim. Tentunya dengan rasa stroberi kesukaan gadis itu.
Ceroboh sekali Anna membiarkan es krim itu meleleh. Adam dengan segera memasukkannya ke dalam freezer. Ada sayur, daging, buah dan berbagai snack ringan. Adam menyusunnya dengan rapi.
"Lhoh, udah di masukin ke kulkas semua ya Mas? Es krim aku meleleh nggak? Kelupaan tadi,"
"Sudah." Jawab Adam singkat. Ia kembali berdiri sambil memasukkan tangan ke dalam saku. Membuat Anna was-was.
"Mas Adam mau kopi?" Tanya Anna. Detak jantung gadis itu berdegup kencang hanya karena Adam memandangnya dengan intens.
"Boleh, bawa ke ruang tengah." Jawabnya lalu melenggang pergi.
Anna mengelus dada. Lega karena Adam sudah tidak ada dalam jangkauan pandangnya. Cepat-cepat Anna mengambil gelas, memasukkan tiga sendok kopi lalu satu sendok gula. Setelahnya menuangkan air panas kedalamnya.
Sedangkan Adam mendudukkan dirinya di sofa. Melihat lurus ke layar televisi yang sedang menayangkan sepak bola Liga Inggis. Sesekali lelaki itu tampak sebal karena serangan tim kesayangannya berhasil dipatahkan lawan.
"Ini Mas," ucap Anna dengan meletakkan gelas kopi di atas meja. Tak lupa dengan membawa dua toples yang isinya kacang goreng dan keripik kentang.
"Ah offside!" Geram Adam frustasi. Harusnya jika tidak terjebak offside, tim kesayangannya pasti sudah unggul 2-1 sekarang. Sayang sekali.
Anna ikut mencoba mencerna apa yang menarik dari sepak bola. Perasaan hanya bola yang direbutkan, namun kenapa suaminya heboh sekali?
Tidak ada yang menarik untuk Anna lihat dari pertandingan itu. Hanya bola yang dioper dari kaki ke kaki. Menggelinding di atas tanah lalu keluar dari garis lapangan. Namun tiba-tiba gadis itu tersentak kaget saat mendapati kepala seseorang mendarat di atas pahanya. Menjadikan ia sebagai bantal.
Huh, semoga saja Adam tidak mendengar irama jantung Anna.
Adam membawa telapak tangan Anna ke atas kepalanya. Menyuruhnya untuk mengelus Surai hitam lelaki itu.
"Mas,"
"Hm, gini aja Dek, nyaman,"
Blush
Anna malu. Adam baru memanggilnya apa? Dek? Kuping Anna tidak sedang konslet bukan?
Tangan Anna terus bergerak mengusap rambut hitam Adam. Sedangkan lelaki itu fokus pada layar televisi. Matanya sama sekali tak beralih sebelum babak pertama berakhir.
Adam mengganti posisinya, menatap langit-langit rumah berwarna putih. Pandangannya seolah menerawang jauh ke masa depan. Dimana ia dan Anna kelak akan mempunyai anak. Ketika pagi-pagi gadisnya akan kesal karena membangunkan dua orang sekaligus. Menyuruh mereka bersiap-siap dengan cepat. Lalu dengan terampil tangannya memasangkan dasi di leher anaknya.
Konyol sekali bukan?
"Kenapa si Mas, kok senyam-senyum gitu?" Suara Anna berhasil membuat kesadaran Adam pulih. Pandangan lelaki itu berganti menatap wajah cantik istrinya dari bawah.
"Lucu deh Dek, kalau kita udah punya anak. Kamu pasti bakal teriak-teriak tiap pagi gegara bangunin kami. Ngomel-ngomel kalau aku mandinya kelamaan. Kesel karena anak kita ndak bisa pake seragam. Wajah kamu pasti langsung merah, gemesin banget," Adam mencubit pipi Anna dengan gemas. Seolah memang benar gadisnya sudah menjadi ibu. Lalu teriak-teriak karena ia bangun kesiangan.
Semesta dia kenapa?!!!
Otak Anna nge-blank. Harusnya kata-kata Adam itu bisa Anna mengerti dengan mudah. Namun tidak dengan waktu dan keadaan ini. Pikiran dan hatinya sangat lambat untuk diajak berlari.
"Dek,"
Semesta tolong lempar Anna ke Pluto saja!!! Yang penting jangan ke Mars saja, karena itu tempat pembuangan yang Anna siapkan untuk Alan.
"I-iya,"
Adam menenggelamkan wajahnya di perut Annandhita. Membuat gadis itu terus menahan napas. Rasanya seperti ia baru memenangkan lomba lari 1000 meter.
"Janji ya buat sama-sama terus sama Mas, apapun kesalahan yang Mas lakuin, jangan pernah tinggalin Mas,"
Pandangan Anna tidak terlepas dari mata Adam. Seperti sihir yang bisa membuatnya terus berlama-lama menatap mata elang itu. Dengan perlahan tangan Adam terus mengusap pipinya yang pasti sudah merah seperti tomat. Dosen itu juga diam saja ketika rambut Anna yang tidak dikuncir jatuh mengenai wajahnya.
Anna mengangguk samar-samar. Persis seperti adegan film China yang sering Anna tonton. Televisi yang sedang menayangkan lanjutan babak kedua Liga Inggis, tak Adam hiraukan. Ia lebih senang bermanja-manja dengan istrinya. Membuat pipinya merah dan tertunduk malu-malu.
"Mas, itu bolanya udah mulai lagi," lirih Anna hampir tak terdengar.
Adam bangkit, melihat sebentar sebelum mematikannya.
Anna ingin kabur, tapi bagaimana? Adam sudah menarik tubuhnya hingga terjatuh di atas sofa. Sedangkan lelaki itu tersenyum lembut dan ikut menjatuhkan tubuhnya di atas Annandhita. Tentunya dengan dua tangan yang saling menumpu.
"Malam ini, boleh?" Suaranya berat dan lirih. Meminta persetujuan istrinya untuk melalukan yang semestinya dilakukan.
Hiiii kembali lagi nih sama ceritaku
Kalo ada typo sekalian tandain ya
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah
Salam hangat dari aku,
See you
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dosen [ SELESAI ]
Acak"Saya nggak mau tidur sama Bapak." "Saya bukan Bapak kamu." "Tapi Bapak udah tua, om-om. Saya nggak mau tidur sama om-om." "Yasudah silahkan tidur di bawah, saya tidak memaksa." Kehidupan tenang Adam harus terusik karena kedatangan gadis yang sama s...