🥀18. Marah Itu Tandanya Sayang🥀

2.6K 144 2
                                    

"Abang lo serem Ann,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Abang lo serem Ann,"

"Makanya sana."

Katakan Anna tidak tahu diri karena mengusir Alan setelah berbaik hati mengantarnya pulang. Tapi Anna tidak peduli, sekarang yang lebih penting Adam, suaminya. Kira-kira pertanyaan apa yang bakal lelaki itu lontarkan setelah ini?

Alan mengangguk, melajukan motornya hingga semakin lama semakin menghilang dari pandangan mata Anna. Gadis itu bernapas lega. Alan tidak curiga dan malah menganggap Adam sebagai kakaknya. Setidaknya itu lebih baik ketimbang Alan bertanya lelaki itu siapa.

Anna mengunci pagar rumah. Pintu garasi sudah ditutup, itu artinya Adam sudah masuk. Cepat-cepat Anna melangkahkan kakinya menaiki tangga rumah.

"Mas," lirih Anna sambil membuka pintu sepelan mungkin. Mirip seperti maling dalam film yang ia tonton.

Namun saat masuk, Anna tak menemukan orang di ruangan itu. Hanya ada bunyi air gemercikan dari kamar mandi.

Anna melepas hijabnya lalu membuka sweater hitam. Badannya terasa sedikit pegal akibat terlalu lama duduk menunggu Alan futsal. Gadis itu mengambil daster bermotif batik dari dalam lemari. Secepat kilat Anna mengganti bajunya, takut Adam keburu keluar.

Setelahnya Anna berjalan ke meja rias, membersihkan wajahnya yang sudah berminyak. Tak lama terdengar pintu kamar mandi yang dibuka.

Ceklek

Anna menoleh, matanya beradu pandang dengan manik hitam milik Adam. Tidak lama karena Adam langsung membuang wajah. Mengambil kaos lengan pendek untuk tidur.

Jantung Anna berdegup tak beraturan, sorot mata Adam dingin. Lelaki itu bahkan tak menegurnya sama sekali. Sampai Anna selesai mengoleskan berbagai cream malam pun Adam masih bungkam. Ia langsung membuka laptop untuk memeriksa tugas-tugas mahasiswanya.

Annandhita berdehem pelan untuk mengusir kegugupan yang tiba-tiba saja hinggap. Gadis itu beringsut bangun dan mendekati Adam yang  duduk di atas kasur. Di atas hidung lancipnya ada kacamata minus yang membuat lelaki itu terlihat sangat dewasa.

Anna membaringkan tubuhnya di samping Adam duduk. Jangankan memulai pembicaraan, melirik saja enggan. Sorot matanya dingin dengan kening mengkerut dan alis mencuram. Anna kembali bangkit, mengambil acak novel yang ada di rak buku.  Lalu kembali membaringkan tubuhnya di posisi semula.

Berkali-kali Anna membalikkan lembaran novel itu. Tapi tak ada yang menarik. Pikiran gadis itu masih dipenuhi Adam. Apa dia marah karena Anna pulang bersama Alan?

Ah Anna bingung harus mulai pembicaraan dari mana.

Setengah jam berlalu namun keheningan masih menyelimuti keduanya. Adam fokus pada laptopnya sedangkan Anna yang sudah tidak tahan melempar novelnya asal. Setelahnya gadis itu berdecak sebal.

"Mas," Anna memiringkan posisinya, menghadapkan wajahnya pada lutut Adam.

"Mas," panggil Anna untuk kedua kalinya. Adam hanya berdehem tanpa perlu repot-repot menoleh.

Pak Dosen [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang