Untuk kedua kalinya malam ini, pria itu menabrak bibir Lyria. Ciumannya menjadi menuntut, mendesak. Tangannya membelai wajah Lyria dengan lembut, memeluknya sepenuh hati. Tidak ada ruang bagi Lyria untuk melarikan diri.
Sentuhan pria ini mengirim kembang api yang meletup begitu hebatnya di dalam Lyria, kembang-kembang api itu kemudian berkembang sempurna dalam malam yang sunyi dengan indahnya.
Mengapa aku merasa seperti ini? Mengapa dia bisa membuatku merasa seperti ini?
Lyria merasa grogi. Pikirannya tidak bisa membentuk satu pikiran koheren saat bersama Sang Pria. Di malam yang dingin ini, Lyria sama sekali tidak merasa dingin. Karena sentuhan pria ini begitu hangat dan membuat Lyria merasa nyaman.
Lyria dapat merasakan listrik mengalir ke seluruh tubuhnya hingga ujung jarinya. Kaki Lyria menjadi lemah. Jika pria itu tidak menopang tubuhnya, Lyria pasti akan jatuh saat itu. Pikiran Lyria kembali meleleh. Sepertinya dua gelas sampanye yang ia teguk telah mempengaruhinya sedemikian rupa. Atau lebih tepatnya, sampanye telah meningkatkan efek rasa yang diberikan pria itu pada tubuhnya.
Kepala Lyria seakan berputar, pandangannya mulai kabur. Yang dia ingat hanyalah hasrat membara yang bergejolak di dalam dirinya. Lyria... menginginkannya.
"Haruskah kita membiarkan mereka mendengarmu berteriak sekarang?"
Lyria tidak ingat berapa kali ia mengangguk untuk menjawab pria itu. Yang bisa ia ingat hanyalah rasa sakit yang tajam. Matanya menjadi berkaca-kaca. Lyria meraih lengan pria itu dengan segenap kekuatannya, kukunya menusuk kulit pria itu.
"Bernapaslah, Tuan Putri. Bernapaslah," bisik pria itu, "Tenang, Putri." Dia mencium Lyria dengan lembut di bibir.
Lyria menarik napas dan mengembuskannya pelan. Keberadaan pria ini membuatnya merasa sangat aman, bahkan nyaman. Tak lama, rasa sakit itu tergantikan dengan rasa lain yang membara, meledak-ledak, mewarnai semua penglihatan Lyria dengan merah yang menggoda. Entah sejak kapan Lyria tidak dapat membendung suaranya. Yang ia tahu, pada akhirnya, dia mendengar musik pesta dansa berhenti.
Sudah selesai, pikir Lyria. Dia pikir setelah ini dia akan diseret oleh para bangsawan dan dihakimi karena telah menjadi tidak murni di malam sebelum pernikahannya dengan Duke Voltaire. Meskipun Sang Raja Voltaire sendiri yang memiliki ide untuk menajiskannya.
Namun malam menjadi terlalu sunyi. Lengannya masih bertengger di lengan pria itu yang kuat. Lyria mendengar musik berhenti. Tentunya, perpaduan suara mereka sudah cukup keras bagi para bangsawan untuk memeriksa apa yang sedang terjadi di balkon.
Seharusnya para bangsawan akan ingin menangkap Lyria beraksi. Apalagi Sang Raja yang telah dengan licik merencanakan hal ini.
Melihat wajah bingung Lyria, pria itu menatapnya dengan mata lembut. Dia menyapu rambut Lyria dari wajahnya.
"Kita hanya punya waktu satu menit," kata pria itu, "Ikutlah denganku."
Apa?
Lyria tiba-tiba diseret untuk memasuki ruang pesta dansa. Ketika tirai disibak, Lyria tidak percaya apa yang dilihatnya.
Raja dengan topeng elangnya berdiri tepat di depan mereka, hanya beberapa sentimeter dari tirai balkon. Di belakangnya ada Duke Frelie dan beberapa bangsawan lain. Senyum jahat berserakan di sebagian besar bibir mereka. Marquis juga termasuk di antara kerumunan itu. Hanya wajahnya yang terlihat khawatir.
Namun tak satupun dari mereka yang bergerak.
Lyria berkedip sekali. Kemudian dua kali.
Sementara pria itu terus menyeretnya untuk melewati lautan orang, tatapan Lyria melintasi satu ruang pesta dansa. Semua orang di ruangan itu sama sekali tidak bergerak. Mereka bahkan tidak bernapas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dawnless Saga
FantasyEmpat gadis terperangkap dalam kegelapan mereka masing-masing ketika iblis datang ke dunia. Satu adalah seorang Tuan Putri yang gagal, yang lemah, yang tidak bisa memimpin rakyatnya. Satu adalah seorang Pembunuh Merah dengan kecantikan luar bia...