Ep 12: Saudariku Akan Tertawa

587 170 16
                                    


Lyria sudah berhenti berusaha membebaskan diri sejak sejam yang lalu. Satu, dia tidak ingin mati dengan jatuh dari langit. Dua, dia bertekad untuk tidak mati karena kebodohan. 

Sebaliknya, dia mengambil kesempatan ini untuk melihat pemandangan Voltaire dari atas. Pemandangan ini sangat menakjubkan. Tanah di bawahnya adalah campuran pigmentasi hijau dan kuning.

Selama lima tahun dia berada di Voltaire, Duke Frelie telah mengunci Lyria di ibukota. Meski begitu, Lyria telah mempelajari seluk-beluk kerajaan Voltaire, ia pikir pengetahuan ini akan berguna suatu hari nanti. 

Lyria dapat mengenali puncak gunung kembar di barat laut sebagai Pegunungan Froya. Di antara puncak kembar itu adalah tambang emas Voltaire yang berharga. Dia juga bisa menamai sungai yang mengular tepat di bawahnya. Sungai Anantha, dinamai berdasarkan kekasih Eric Maha Agung yang tak pernah berhenti menangis karena tidak pernah bisa mendapatkan cinta Eric. 

Cinta adalah kebodohan, pikir Lyria. 

Mereka baru saja meninggalkan ibukota, Murai, dan telah melewati dua wilayah besar di utara Voltaire; Ginai dan Kalinai. Saat melihat laut di timur jauh, Lyria menyadari bahwa mereka mendekati perbatasan. 

Voltaire duduk di bagian paling selatan benua. Sebagian besar negara di benua ini memiliki wilayah di tengah dan utara benua. Ada hutan besar yang tertutup kabut yang memisahkan negara-negara lain dengan Voltaire di benua yang sama, Kisae. 

Itulah salah satu alasan Lyria berlayar ke Voltaire lima tahun yang lalu dan bukan ke negara lain. Tollyria berada di benua lain bernama Gisae yang berada di tenggara Kisae. Negara terdekat dari Tollyria di benua ini adalah Voltaire. Dan setelah lima bulan berlayar tanpa persediaan yang cukup, mereka tidak punya pilihan selain memasuki Voltaire.

Melihat laut, Lyria merasakan ketenangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Lautan itu menyebar luas hingga menyambut cakrawala. Gerakan ombak dan matahari yang duduk di belakang laut membuat air tampak seperti berkilau. Burung-burung camar pun terbang dengan riang di cakrawala.

Lyria tidak perlu membayangkan bagaimana rasanya untuk dapat terbang, karena kini dia sedang melayang di udara. Merasakan sepoian angin membelai pipinya dan rambutnya yang sekarang berantakan, dia merasa dia bisa mengerti bagaimana burung selalu terlihat senang untuk terbang. Udara di ketinggian terasa lebih segar karena jauh dari bau busuk manusia.

Melihat seekor burung mencelupkan diri ke dalam air, lalu melonjak ke langit untuk mengejar burung-burung lain, Lyria merasakan kesemuan di jari-jarinya. Dia berharap dia bisa terbang sendiri. Bagaimana rasanya bisa merasakan angin dengan sayapnya sendiri?

Sebelum dia dapat menahan diri, Lyria melenturkan lengannya. Namun tangan naga yang kokoh menjaga lengannya dekat dengan tubuhnya. Menghela nafas, Lyria kembali diam di posisinya. Dia membayangkan bahwa jika dia bisa terbang, dia akan terbang ke arah laut. Ke rumahnya sendiri. Menemui saudari-saudari perempuannya. 

Namun, dia sekarang justru terbang menuju hutan berkabut.

...

Lyria begitu tersesat dalam pikirannya sendiri sehingga dia tidak menyadari bagaimana naga itu selalu mengawasinya. Mata birunya yang dingin terus saja memerhatikan wanita di telapak tangannya, memastikan cengkeramannya tidak menyakiti Lyria. Dan setiap kali dia melihat Lyria terpesona oleh pemandangan alam, tatapan Sang Naga menghangat. 

Naga itu ingin terus menatap Lyria, ingin menghafal segala ekspresi yang Lyria miliki. 

Dia cantik, batin naga itu. 

Sejujurnya, Sang Naga pikir Lyria akan berjuang lebih banyak untuk membebaskan diri. Dari semua informasi yang dikumpulkan orang tangan kanannya, Putri Tollyria dikenal sebagai wanita yang blak-blakan dan kurang ajar. Tentu saja, Sang Naga tahu rumor itu mungkin sengaja disebarkan oleh Duke Frelie. Sang Naga tahu sendiri betapa liciknya pria itu. 

The Dawnless SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang