Lyria tidak tahu kapan atau bagaimana dia berhenti terjatuh. Ketika dia membuka matanya kembali, dia sudah berdiri di dalam kegelapan.
Semuanya gelap dan kosong.
Ah, benar. Aku sudah mati.
Ketika dia ingat bagaimana dia meninggal, Lyria melihat ke bawah, ke dadanya, di mana dia pikir akan melihat sebuah pedang. Namun dia tidak melihat apa-apa. Pakaiannya bahkan sudah kembali ke kondisi normal. Tidak ada darah, tidak ada robekan. Lengan bajunya yang terbakar bahkan telah kembali sempurna.
Setidaknya aku tidak harus telanjang di akhirat.
Tapi bila ini adalah akhirat... ternyata tempatnya jelek.
Hanya ada kegelapan sejauh Lyria melihat. Kegelapan dan ketiadaan.
"Lyria?" Lyria menoleh ke sumber suara. Jantungnya berdetak kencang. Dia tahu suara itu.
Sesosok muncul dari kegelapan. Rambut putih seperti salju, bibir ranum dan pipi sedikit bersemu merah, dan mata abu-abu muda.
"Sania!" Lyria memanggil.
Lyria sudah berlari ke arah saudara perempuannya kemudian memeluk erat Sania. Dia menikmati bau lemon dan udara segar, bau Sania. Saat itulah dia melihat Sania hanya mengenakan gaun kain sederhana. Gaun itu adalah kain dua potong, dan garis leher belakang jatuh sangat rendah di punggung Sania. Lyria merasakan benjolan dan tekstur kasar di punggung Sania terlebih dahulu sebelum kemudian dia melihat apa yang terjadi pada punggung Sania.
Ada dua garis panjang bekas luka merah di tulang belikatnya. Kulit di area itu berkerut. Itu adalah tempat di mana sayap saudari perempuannya biasanya berada. Sayap yang dapat Sania keluarkan dengan sihir. Sania sangat gemar untuk terbang.
"Sania... sayapmu–"
"Apakah kamu benar-benar Lyria?" tanya Sania. "Bagaimana kamu bisa sampai di sini?"
Sania melepaskan pelukan Lyria dan memberi jarak di antara mereka.
"Tentu saja ini aku!"
Sania mengerutkan alisnya, "Bagaimana kamu bisa sampai di sini? Mengapa kamu di sini?"
"Aku tidak tahu... Aku ditikam dari belakang dan aku sekarat... lalu aku membuka mataku di sini."
Napas saudari tirinya tercekat mendengar penjelasan Lyria. "Kamu juga mati?"
Juga?
Saat itulah Lyria teringat berita tentang kematian Sania beberapa bulan yang lalu. Suara terkesiap lolos dari mulut Lyria. "Jadi berita itu benar... kamu sudah mati?"
"Yah." Sania menggaruk lehernya. Dia memiringkan kepalanya ke samping untuk berpikir. "Aku memang mati. Aku tahu itu nyata. Tapi sekarang? Aku tidak begitu yakin..."
Lyria membuka mulutnya untuk bertanya lebih banyak, tapi Sania lebih cepat. "Tapi bagaimana kamu bisa sampai di sini, Lyria?" Sania bertanya, "Ini ...ruang hampaku. Kamu tidak seharusnya sampai di sini kecuali kamu adalah salah satu serangga ajaib yang ditanamkan di dalam pikiranku."
Sania menyipitkan matanya ke arah Lyria. Seolah-olah dia mengalami kesulitan memutuskan apakah Lyria adalah sosok nyata atau tidak.
"Oh, persetan," Sania menghela nafas jengkel. "Aku tidak peduli lagi."
Lyria menatap saudari tirinya dengan khawatir. "Sania, apa yang terjadi padamu?"
Ketika mata mereka bertemu, Lyria melihat kelelahan di belakang mata Sania. Mata abu-abu cerahnya yang biasa meredup.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dawnless Saga
FantasyEmpat gadis terperangkap dalam kegelapan mereka masing-masing ketika iblis datang ke dunia. Satu adalah seorang Tuan Putri yang gagal, yang lemah, yang tidak bisa memimpin rakyatnya. Satu adalah seorang Pembunuh Merah dengan kecantikan luar bia...