Ep 27: Jangan Pernah Berharap Pada Cahaya

463 147 10
                                    

Lyria berjalan melewati batu-batu yang hancur di depan kamarnya dan, dengan lilin di tangan kirinya, menavigasi jalannya ke ruang takhta. Untungnya, bahkan tanpa cahaya peri, ada lilin-lilin bercahaya di kedua sisi terowongan, meskipun mereka memiliki jarak yang jarang satu sama lain. Kristal-kristal di langit-langit gua juga bersinar terang seperti bintang di malam yang gelap. Meski cahaya-cahaya kristal tidak selalu membantu Lyria melihat jauh ke depan, tetapi itu sudah cukup agar Lyria tidak tersandung. 

Ruang takhta tampak seperti sebuah ruang kosong besar yang gelap gulita. Tidak ada cahaya lilin yang terlihat di ruang itu. Namun kristal di dinding dan di langit-langit bersinar jauh lebih terang dari tempat lain. Mereka berkilaua lebih intens karena jumlah kristal di ruang takhta jauh lebih banyak daripada di terowongan. Mosaik warna yang diciptakan oleh kristal berwarna-warni itu menerangi takhta yang menakutkan. 

Lyria melihat ke setiap lantai gua yang dapat dilihat dari ruang takhta untuk berjaga-jaga bila ada makhluk lain yang masih terjaga. 

Dan benar saja, "Putri?" seseorang memanggilnya dari atas. Lyria tidak tahu apakah itu lantai dua atau tiga. Tapi jelas sekali suara itu adalah suara seorang pria dan sama sekali tidak dekat dengan suara Anthony. 

Segera, Lyria mendengar sesuatu merayap dan suara desisan datang dari sebelahnya. Seekor ular raksasa merayap ke bawah cahaya kristal. Ular itu begitu panjang sehingga Lyria tidak bisa melihat ujung ekornya. Ular itu menjulang tinggi di atas Lyria. 

Lyria segera melihat sayap melebar di punggung ular itu. Ingatan Lyria memunculkan seekor makhluk yang ia lihat sebagai salah satu penonton pertarungan. "Aku melihatmu," lidah Lyria mengeluarkan suara tanpa persetujuan Lyria.

"Tentu saja," ular itu menekuk kepalanya dengan hormat, "Ketika pemimpin kami pergi berperang, adalah tugas kami untuk berdiri di sisinya. Untuk menghormati keberaniannya dan meminjamkannya kekuatan kami." 

Sepertinya ular itu tidak senang Arkan harus melawan Gyro. Atau mungkin tidak senang karena Arkan harus melawan Gyro karena Lyria.

"Kau berbicara seperti seorang kesatria." Mata hijau ular itu mengunci mata berwarna hazel Lyria. Kemudian Sang Ular menghela nafas, "Jika anda di sini untuk melarikan diri, maka saya harus-" 

"Tidak." Lyria menjawab terlalu cepat. Dia menelan gumpalan di tenggorokannya dan mencoba mengklarifikasi jawabannya, "Aku diberitahu bahwa aku harus melewati ruang takhta untuk pergi ke ...ke... kamarnya."

"Kamar siapa?" 

Lyria bertingkah gelisah, seperti cacing kepanasan yang menggeliat tanpa henti. Entah bagaimana, mengatakan namanya membawa ketidaknyamanan pada perut Lyria. Seolah-olah pergi ke kamarnya di tengah malam adalah hal yang tidak senonoh untuk dilakukan. 

Yah, memang itu cukup tidak senonoh... Apalagi aku seorang wanita yang sudah memiliki tunangan...

"P–pemimpinmu."

Mata ular itu berbinar saat Lyria menjawab bahwa ia hendak pergi ke kamar Arkan.

"Ahhh, begitu." Ular itu kemudian memperhatikan Lyria dari rambut hingga jari kaki Lyria yang  telanjang.

"Memakai ... itu?" 

Lyria menunduk untuk menatap gaunnya. Gaun itu longgar di tubuhnya dan hanya jatuh di bawah lututnya. 

Tapi ini kan ... gaun yang oke? Bukankah ini gaun yang layak dan tidak terbuka?, pikir Lyria.

"Ya...?"

"Oh." Mata ular itu membelalak. "Ahh!!" 

Lyria merasa seperti ular itu telah salah paham tetapi Lyria sendiri tidak tahu apa yang disalahpahamkan. Dia hanya merasa kesal dengan 'ooohh' dan 'ahhh' yang diserukan Sang Ular. 

The Dawnless SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang