Duke Frelie setengah menyeret Lyria melewati pintu ruaang pesta dansa hingga ke lorong sepi. Lyria berusaha menepis tangan Saang Duke, tetapi Duke Frelie malah mengencangkan cengkeraman, menyakiti lengan Lyria.
Ketika mereka sudah agak jauh dari pesta dansa, Duke mendorong Lyria ke salah satu pilar lorong. Suara keras terdengar saat punggung Lyria menabrak dengan pilar beton.
Duke Frelie telah memilih tempat yang sepi, tidak ada penjaga yang terlihat. Lyria sendirian di tempat itu bersama Duke.
Ketakutan merayapi Lyria dengan cepat. Tiba-tiba jalan napas Lyria dihambat oleh tangan besar yang melingkari tenggorokannya. Kekuatan cengkeraman Duke seakan menghancurkan leher Lyria.
Lyria mencakar tangan Duke sebagai refleks defensif, tetapi genggaman Duke pada lehernya tidak sedikitpun melemah. Saat napas Lyria mulai menipis, dia menghasilkan suara tersedak. Bibirnya bergetar saat dia merintih. Kakinya menjadi lemah saat kepanikan menggerogotinya dari dalam, membuatnya lumpuh.
"Aku tidak tahu bagaimana kau melakukannya, mengalahkan Raja di permainannya sendiri," Duke menggeram, "Tapi kau akan salah bila berpikir aku akan mentolerir sikap pembangkangmu itu."
Lyria terus mencakar tangan Duke. Dia mulai merasa pusing, dan penglihatannya menjadi kabur. Lyria perlu bernapas segera. Dia tidak ingin mati. Dia belum bisa mati. Negarinya masih membutuhkannya. Kakaknya telah mempercayainya.
Apakah benar mereka membutuhkanku? Lyria tiba-tiba berpikir, Bagaimana jika kepergianku dari dunia sebenarnya adalah solusi terbaik?
"Ketika kita menikah besok, aku berharap kau akan memainkan peranmu seumur hidupmu," kata Duke Frelie lagi. Lyria langsung tahu apa yang dia maksud. Dia ingin Lyria tetap diam, tidak pernah mengangkat suaranya untuk melawan siapa pun ataupun menyatakan pendapat.
Peran yang Duke maksud adalah untuk Lyria menjadi boneka cantik di samping Duke.
Di ambang kematian, Lyria sama sekali tidak memikirkan harga dirinya. Dia mulai melihat bintik-bintik gelap dalam penglihatannya. Jadi dia mengangguk dengan penuh semangat, sebanyak yang diizinkan tangan Duke.
Melihat anggukan Lyria, Duke Frelie akhirnya melepaskannya. Lyria terjatuh ke ke lantai, setengah batuk dan setengah berusaha menarik napas untuk mengisi paru-parunya. Ketika penglihatannya telah kembali, Lyria melihat tangannya bergemetar hebat. Air mata panas mulai mengalir di pipinya dan menetes ke lantai.
Dari dulu dia selalu merasa kurang kuat sebagai Tuan Putri, tetapi sekarang... dia benar-benar tidak berdaya. Pada saat itu, dia bisa saja dibunuh oleh Duke Frelie tanpa ada yang bisa melacak kembali pembunuhannya kepada Duke.
Duke Frelie memiliki kekuatan politik untuk membuat Lyria menghilang begitu saja. Duke memiliki kekuasaan mutlak atas kehidupan Lyria dan juga negarinya sekarang. Lyria tidak bisa berbuat apa-apa sementara Duke Frelie memegang tenggorokannya. Dan Lyria akan semakin tidak bisa melakukan apa-apa begitu mereka menikah.
"Lyria!" Marquis Bollein berteriak dari kejauhan.
Duke Frelie meremas dagu Lyria dengan keras dan mengarahkan wajah Lyria yang terisak untuk memandang Duke.
"Pulanglah dan istirahatlah, Putri. Besok malam aku akan membuatmu terjaga sepanjang malam." Senyumnya seperti pemburu yang akhirnya telah mendapatkan mangsa buruannya.
"Malam pertama seorang Tuan Putri haruslah istimewa, bukan?" Duke menjilat bibirnya, membuat Lyria bergidik. Terdapat janji di balik kata-kata menjijikkan itu.
Jika Duke Frelie mengetahui bahwa keperawanan Lyria telah diambil... Lyria tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria itu. Pria itu bahkan tidak segan mencekik Lyria di dalam dinding istana pada malam sebelum hari pernikahan mereka. Setelah Lyria secara legal menjadi 'miliknya,' siapa yang akan menghentikan Duke dari melakukan hal-hal yang jauh lebih buruk kepada Lyria?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dawnless Saga
ФэнтезиEmpat gadis terperangkap dalam kegelapan mereka masing-masing ketika iblis datang ke dunia. Satu adalah seorang Tuan Putri yang gagal, yang lemah, yang tidak bisa memimpin rakyatnya. Satu adalah seorang Pembunuh Merah dengan kecantikan luar bia...