Pria itu mencerna kekecewaan di wajah Lyria. Tubuhnya lebih tinggi dan lebih besar dari Sang Raja. Dia bertingkah sedikit gelisah.
"Apa kau adalah antek Sang Raja? Atau kesatrianya?" Bukannya menjawab Lyria, pria itu malah meletakkan gelas sampanye di lantai, hanya beberapa langkah dari Lyria. Kemudian dia melangkah mundur sejauh tirai balkon mengizinkannya.
Aneh, pikir Lyria. "Ah, kamu badut-nya."
Tentu saja. Tidak cukup bagi Raja untuk mempermalukan Lyria dengan menggantungkannya di balkon, Raja harus mengirim pelawaknya untuk mengejek Lyria pula.
Lyria bisa segera menebak apa yang Raja perintahkan untuk pelawak itu lakukan. Tawa yang miris lolos dari bibirnya, membuat udara dingin bergidik menjadi kabut putih. Lyria mengambil gelas sampanye di lantai dan memutar gelas itu dengan pelan.
"Jadi, apakah kau di sini untuk meracuniku atau menajiskanku?" Pria itu menatap Lyria dengan tatapan penuh pertanyaan. Bagi Lyria, keterkejutan pria itu adalah bukti bahwa dia tidak berpikir Lyria akan bersikap tegar hingga akhir.
Orang-orang Voltaire pasti berpikir Lyria akan langsung hancur ketika dihadaapi masalah, mereka menganggap Lyria adalah sebuah boneka porselain yang gampang pecah.
Yah, mereka setengah benar.
Lyria sedang dalam proses untuk pecah. Tapi tidak ada alasan, Lyria merenung pada dirinya sendiri, bagiku untuk sujud kepada penindasku, bukan?
Bahkan bunga yang dihancurkan sampai lebur masih bisa mempertahankan aromanya. Jika Voltaire tidak sudi bersikap seperti manusia untuk menolong Tollyria, Lyria tidak melihat gunanya mengikuti permainan mereka seperti sapi yang menunggu untuk disembelih.
Jika aku harus melepaskan harapanku, dia memutuskan, aku akan memberikan mereka neraka dengana memberontak hingga akhir.
Lyria telah mencoba bersikap sopan, telah menjadi orang yang lebih besar dalam semua diskusi politik. Dan malam ini, dia sudah lelah mencoba. Jadi ia meminum sampanye di tangannya dalam satu tegukan, menjilat bibir ranum nan merahnya lalu melemparkan gelas itu dari balkon.
Suara gelas yang pecah terdengar di antara lantunan musik. Tak disangka, pria itu memiringkan kepalanya saat melihat aksi Lyria. Senyum tipis muncul di wajahnya.
"Kamu menganggap ini lucu, ya?"
Tanpa peringatan, Lyria menutup jarak di antara mereka.
Tentunya pria itu terkejut. Dia mencoba mundur tetapi Lyria sudah menangkap rompinya dan menariknya dengan seluruh kekuatan yang Lyria miliki. Pria itu justru tersungkur ke arah Lyria sebagai gantinya. Dia meraih pagar balkon dengan tangannya yang bebas untuk menopang tubuhnya.
Punggung Lyria menekan ke pagar balkoni, tidak ada lagi ruang yang tersisa di antara tubuh mereka. Lyria bisa merasakan panas pria itu mulai memancar ke arahnya.
Lucu, pikirnya. Tubuh pria ini terasa begitu panas. Pria itu berdiri menjulang di atasnya. Namun raut wajahnya yang terkejut... tak ternilai harganya bagi Lyria. Pria ini sangat terkejut sehingga matanya yang membelalak seakan hampir jatuh dari soketnya.
Oh, Lyria belum selesai. Sebelum pria itu bisa menghapus tampangnya yang terkejut, Lyria sudah menerjang bibir pria itu.
Lyria selalu berpikir bahwa ciuman haruslah romantis. Sebuah tindakan kasih dari sepasang kekasih, segel untuk melambangkan kasih sayang mereka terhadap satu sama lain. Di Tollyria dulu sekali, setiap kali Lyria membaca buku-buku roman, ia selalu membayangkan ciuman pertamanya. Cerita-cerita itu menyebutkan percikan api dan kupu-kupu di dalam perut. Namun yang bisa dirasakan Lyria saat itu hanyalah bibir kasar pria itu untuk beberapa detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dawnless Saga
FantasyEmpat gadis terperangkap dalam kegelapan mereka masing-masing ketika iblis datang ke dunia. Satu adalah seorang Tuan Putri yang gagal, yang lemah, yang tidak bisa memimpin rakyatnya. Satu adalah seorang Pembunuh Merah dengan kecantikan luar bia...