Ep 55: Kematian Bukanlah Pemisah

423 121 1
                                    


"Apa itu?" tanya Lyria.

"Hidup, Lyria," jawab Sania. "Hidup." 

Ketika Lyria mengerutkan alisnya dengan bingung, Sania tiba-tiba berjalan ke arahnya dan menyentuh dahinya. Jari Sania dingin. Namun begitu kulit mereka bersentuhan, Lyria merasakan pergeseran di udara. Sama seperti setiap kali dia melewati penghalang Hutan Dalam Gelap. Tiba-tiba, menjadi lebih mudah bagi Lyria untuk bernapas. Tubuhnya terasa lebih ringan. Dan ada sensasi lain yang mengalir di tubuhnya. 

Awan debu merah dan oranye tiba-tiba mengelilinginya. Mereka menyelimuti tubuh Lyria seolah-olah sedang menyambutnya sebelum kemudian mereka menetap di jemari Lyria. Mereka menenun masuk dan keluar dari jemari Lyria. Seolah-olah ada tangan lain yang memegang tangannya dalam pelukan erat. Ujung jemari Lyria merasakan sensasi geli, terasa hangat dan lembut. 

Dewi, betapa aku merindukan kekuatanku.

Lyria segera dapat merasakan perbedaan di sekitarnya. Dia bisa merasakan partikel udara melayang di sekitarnya dan merasakan molekul air di cangkir mereka. Yang terpenting, dia bisa merasakan percikan api di dalam dirinya.

Mereka memanggilnya, memohon padanya untuk membiarkan mereka keluar setelah dikurung begitu lama. Jadi, Lyria mengulurkan jari-jarinya dan menghembuskan napas. Tak lama, api terbentuk di ujung jemarinya. Sebuah permainan warna yang indah. Merah, oranye, biru, dan warna tembus pandang di dekat ujung jarinya.

Perasaan bisa membentuk api ... sangat menggembirakan hati Lyria. Dia sangat merindukan kekuatannya.

"Kau tidak pernah kehilangan apimu, Lyria," kata Sania, jelas kakaknya ini sedang membaca pikirannya. "Apimu tidak akan pernah bisa ditundukkan." 

Ketika Lyria tampak tidak yakin, saudari perempuannya berkata, "Aku tidak mengirimmu pergi karena kupikir kamu adalah beban bagi kami." 

Wajah Lyria langsung memerah. "Kamu membaca pikiranku!" 

"Aku tidak bisa tidak membacanya. Bagaimanapun, ini adalah kehampaanku." Sania melanjutkan, "Aku tidak pernah menganggapmu lemah, Lyria." 

"Lalu mengapa ..."

"Karena, dari kita semua, kamu satu-satunya yang bisa melakukannya. Untuk membuat seluruh dunia percaya yang tidak mungkin, untuk mengumpulkan semua demi suatu tujuan."

"Itu tidak benar ...," Lyria bergeser di kursinya dengan tidak nyaman. Aneh rasanya menerima pujian dari saudari perempuannya yang jarang memuji siapa pun. "Scarlett akan melakukan pekerjaan yang lebih baik." 

"Scarlett hanya bisa memikat orang selama dia meniduri mereka."

Lyria menghentikan api di jemarinya saat matanya terbuka lebar pada ucapan itu. "Sania!" teriaknya. 

"Apa? Itu benar. Bahkan Scarlett mengakui hal itu. Dia lebih baik mendapatkan informasi sebagai mata-mata atau menginterogasi orang. Orang-orang yang mengikutinya adalah mereka yang memiliki fantasi mengenai dia."

"Kalau begitu... Nakia bisa saja menggalang dukungan rakyat," kata Lyria. 

Sania mendecakkan lidahnya. "Dengan mulut barbar miliknya? Ya, dia bisa mengumpulkan orang setelah seribu tahun."

Lyria tidak bisa membantah Sania. Nakia memang memiliki mulut yang agak kasar. Tidak ada hari ketika Nakia tidak akan mengatakan setidaknya satu kata tidak senonoh. 

"Bagaimana denganmu?" tanya Lyria. 

"Aku tidak bisa pergi karena aku adalah dalangnya. Aku menempatkan orang pada tugas-tugas yang aku tahu mereka mampu, Lyria." Sania menatap jemarinya. Untuk pertama kalinya, Lyria melihat Sania memijat-mijat jarinya sendiri dengan kegelisahan. Saudarinya tampak tidak yakin. 

The Dawnless SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang