Ep 3: Cahaya Redup

791 163 15
                                    


Duke Frelie tidak bercanda. Ketika dia mengatakan mereka akan mengadakan pernikahan minggu depan, dia benar-benar bersungguh-sungguh.

Tidak satu hari pun telah berlalu sejak pertemuan Lyria dengan Sang Duke, kamarnya di rumah Marquis Bollein sudah penuh sesak oleh pelayan yang mengatur gaun demi gaun. Seorang wanita paruh baya berdiri di tengah ruangan. Rambut hitamnya disanggul tinggi dan pakaiannya terbuat dari sutra ungu terbaik, kain paling mahal yang dikombinasikan dengan zat pewarna paling mewah. Matanya bersinar dominan. 

Di ruangan ini, pada saat itu, dia adalah seorang nahkoda. "Tidak, tidak, tidak," katanya kepada seorang pelayan yang memegang manekin dengan gaun biru besar. "Bawa gaun itu ke sana." 

Pelayan itu menggerutu sedikit, karena tempat yang dia tunjuk berada di ujung lain ruangan. Gaun itu pasti berat. Lyria bisa melihat keringat tipis di dahi pelayan itu. 

"Hati-hati saat membawa gaun!" wanita yang sama berteriak, "Mereka semua adalah darah dan keringatku! Jika salah satu dari mereka tidak sesempurna ketika datang, aku akan memastikan Yang Mulia Frelie akan menganggapmu bertanggung jawab!" Saat menyebutkan nama Duke, para pelayan mematung. Ekspresi ketakutan dan kecemasan menyebar di wajah mereka. Duke Frelie dikenal sangat ketat dalam hal menghukum pelayan dan budak... Bahkan untuk kesalahan terkecil.

"Berapa banyak gaun yang kau bawa, Madam Gina?" tanya Lyria dalam upaya untuk mematahkan tatapan Gina yang tajam dari para pelayan. Wanita berambut gelap itu menoleh ke Lyria. Matanya menyipit seolah-olah dia sedang menilai tubuh Lyria. 

Madam Gina mendecakkan lidahnya dan membuka kipasnya lebar-lebar untuk menyembunyikan setengah dari wajahnya. Gerakannya lambat sehingga Lyria masih bisa melihat seringainya yang melebar sebelum kipas itu menutup mulutnya.

"Saya tidak yakin jenis gaun apa yang cocok untuk seorang dari Tollyria. Jadi, saya membawa gaun sebanyak-banyaknya yang saya bisa dari butik saya." Ada nada mengejek dalam suaranya.

"Duke Frelie memintaku untuk menjadikanmu wanita berpenampilan terbaik di kerajaan."

Umumnya, orang Tollyria memiliki kulit yang lebih pucat daripada warga Voltaire. Para bangsawan Tollyria, terutama, memiliki kulit susu putih yang memerah bila terkena matahari. Sebaliknya, Voltaire dikenal bangga dengan kulit kecokelatan mereka yang dimiliki oleh para bangsawan dan rakyat jelata. 

Mereka percaya bahwa kulit yang lebih gelap adalah bukti kerja keras seseorang dan dianggap lebih cantik juga lebih sehat daripada kulit putih. Hal ini karena mereka menghubungkan kulit cokelat dengan lebih banyak jam di bawah matahari, yang mereka hubungkan dengan kesehatan, kecantikkan, dan seseorang dengan etos kerja yang hebat. 

Prasangka. Hanya itu yang mendasari alasan mereka yang tidak logis. 

Dulu sekali, Voltaire secara terang-terangan menganggap orang berkulit putih sebagai inferior. Bahkan menyebut mereka penyakit genetik kemalasan dan mendiskriminasi mereka. Namun sekitar dua abad yang lalu ketika Kerajaan Mardune berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan untuk menjadi sebuah kekaisaran, Voltaire terpojok. Tollyria adalah salah satu kerajaan yang membantu Voltaire mengalahkan Mardune.

Ketika orang-orang berkulit cokelat berjuang bersama orang-orang berkulit putih, persaudaraan antara kedua kerajaan terbentuk. Itu adalah awal dari hubungan kedua kerajaan. Kendati demikian, beberapa prasangka tetap bertahan turun temurun. Terutama di keluarga bangsawan tua di mana keyakinan itu sudah mengakar. 

Madam Gina dari House of Croix adalah salah satu dari keluarga tersebut. 

"Aku hampir tidak percaya bahwa Duke peduli dengan penampilanku. Dia adalah orang yang ingin pernikahan ini dilakukan sesegera mungkin," balas Lyria.

The Dawnless SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang