Arkan terbangun tepat sebelum matahari terbit. Dia merasakan kerlip rasa sakit di punggungnya terlebih dahulu, di mana sayapnya akan tumbuh. Kemudian dia merasakannya di seluruh tubuhnya. Dia tahu dia seharusnya segera pergi. Namun kehangatan tubuh di sebelahnya terlalu manis.
Kehadiran gadis itu membuatnya merasa nyaman. Membuatnya merasa utuh. Dan dia takut bila dia melepaskan gadis itu saat ini juga, dia akan... lenyap. Dia tidak ingin kembali ke lubang gelap di benaknya sebelum Lyria datang.
Namun dia harus melepaskan Lyria, pada akhirnya. Dia menggeser tubuh Lyria dengan lembut di tempat tidur, menyelipkan selimut ke bahu Lyria. Kemudian Arkan meluangkan waktu membelai rambutnya. Meskipun rasa sakitnya semakin parah di sekujur tubuhnya.
Ketika rasa sakit sudah menjadi tak tertahankan, saat itulah Arkan akhirnya turun dari tempat tidur dengan perlahan dan keluar dari kamar Lyria. Rasanya seluruh tubuhnya terbakar begitu hebat. Dia merasa seperti tenggelam dalam perapian.
Dari tangga, dia melihat ke langit dari lubang di kamarnya sendiri. Seberkas corak oranye telah muncul di langit. Bau rum dan alkohol tebal di udara. Hanya ada segelintir orang yang tersisa di kamar Arkan, mungkin mereka terlalu mabuk untuk kembali ke kamar mereka sendiri. Mereka semua kini merasakan rasa sakit yang sama dengan Arkan, tanda mereka berada di penghujung perubahan.
Arkan tidak berhenti berjalan. Sebaliknya, dia naik lebih tinggi dari kamarnya. Ketika dia tiba di lantai teratas, dia tersandung di bukit yang membuat langit-langit gua. Tubuhnya menggeliat kesakitan. Rasanya seperti kulitnya robek perlahan, dagingnya terbakar, dan tulang-tulangnya dipatahkan dan dibentuk kembali. Penglihatannya kabur, dan dia tahu itu sebagai tanda matanya berubah. Kemudian tulang belakangnya retak dan dia akhirnya tidak bisa menahan jeritannya. Tulang belikatnya bengkok dan jari-jarinya tumbuh. Lehernya juga retak, dan itu membuatnya pusing.
Yang paling tidak nyaman dari semuanya? Perasaan tulang ekor sendiri menusuk kulit dan memanjang.
"... Arkan?"
Sial.
Mata Arkan membelalak ke arah mulut gua. Dia melihat sepasang mata berwarna hazel terlebih dahulu. Kemudian melihat tubuh kecil yang memeluk dirinya sendiri karena udara pagi yang dingin. Figur itu mengambil langkah maju. Alisnya berkerut ketakutan.
"TIDAK!" teriak Arkan. "Kembali saja, Lyria," katanya lagi, "Tolong... Aku– ini tidak indah."
Transformasi selalu menjadi bagian yang paling mengerikan. Tulang retak dan kulit meregang. Di atas semua itu, rasa sakit.
Rasa sakitnya begitu hebat.
Arkan tidak ingin Lyria melihat rasa sakitnya. Dia melihat ke mulut gua lagi di mana Lyria berdiri diam. Namun, alih-alih memalingkan diri, Lyria malah duduk di bukit berumput ini. Mata Lyria menatap lurus ke arah Arkan. Kekhawatiran di mata Lyria menghilang. Tatapan gadis ini menjadi tenang tapi kuat.
"Lyria ... Urgh! Tolong...."
"Aku akan tinggal, Arkan," kata Lyria dengan jelas. Gadis itu memeluk lututnya dan berkata dengan lebih tegas, "Aku akan tinggal."
"Lyria ..."
"Tolong jangan mendorongku pergi, Arkan," kata Lyria, "Aku tahu aku tidak bisa berbuat banyak... tapi aku ingin tinggal bersamamu."
Bersamaku.
Tiba-tiba rasa sakit itu terlupakan. Meskipun Arkan berjongkok merangkak dan wajahnya berada di tengah-tengah transformasi, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Lyria.
"Apa... kau yakin? Tinggal... bersamaku?" Arkan bertanya dengan suara serak.
"Ya."
Rasa sakit itu menjalar kembali melalui tulang belakang. Sayap mulai muncul dan terus tumbuh. Sisik telah terbentuk di kulitnya. Namun kali ini... saat ini... rasa sakit itu tertahankan. Saat Arkan melihat gadis di depannya, dia mengertakkan gigi dan menerima rasa sakit itu. Karena tatapan lembut Lyria memberinya kekuatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dawnless Saga
FantasyEmpat gadis terperangkap dalam kegelapan mereka masing-masing ketika iblis datang ke dunia. Satu adalah seorang Tuan Putri yang gagal, yang lemah, yang tidak bisa memimpin rakyatnya. Satu adalah seorang Pembunuh Merah dengan kecantikan luar bia...