Lyria menemukan dirinya dalam kegelapan lain. Matanya tertutup. Seluruh tubuhnya tertahan. Dia merasa seperti sedang terbungkus membran tebal, sebuah kepompong.
Sulit bagi Lyria untuk bernapas. Ia merasa seperti ada yang mencekiknya.
Namun tidak peduli seberapa keras dia berjuang, kepompong itu tidak bergerak. Dia bahkan tidak bisa menggerakkan lengannya sedikit pun. Mereka terlipat begitu erat di dadanya. Sementara kakinya ditekan bersama oleh kepompong. Membran kepompong menekan kulitnya begitu keras. Dan seiring berjalannya waktu, dia merasa udara yang dapat ia hirup mulai menipis.
Saat itulah Lyria tahu dia memiliki batas waktu. Untuk melakukan hal yang mustahil.
Untuk melakukan sesuatu yang dia tidak pernah lakukan sebelumnya, atau bahkan tahu bagaimana melakukannya.
Bagaimana aku bisa bertahan hidup?
Lyria berada di lingkungan asing. Semuanya adalah kegelapan murni. Dan sekarang, tidak ada Sania yang mendukungnya. Kakaknya telah membimbingnya hingga setengah dari proses kebangkitan. Sekarang, dia harus membimbing dirinya sendiri.
Dia harus memimpin dirinya sendiri.
Aku harus menyeret diriku kembali ke alam yang hidup.
Apakah aku bisa melakukannya?
Lyria mencoba meraih api di dalam dirinya. Membayangkan kedipan cahaya yang beberapa saat yang lalu menerangi telapak tangannya. Dia membayangkan awan debu emas yang mengelilinginya. Ingin sekali Lyria membuka matanya untuk memastikan bahwa apinya masih ada. Untuk meyakinkan dirinya bahwa kekuatannya tidak meninggalkannya lagi.
Namun matanya tidak mau terbuka.
Membran tebal menempel erat pada kelopak matanya. Yang bisa dia lihat hanyalah kegelapan. Dia harus percaya bahwa kekuatannya tidak akan mengecewakannya. Bahwa setelah lima tahun tanpa sihir, apinya tidak akan meninggalkannya.
Tetapi... Sangat sulit untuk percaya ketika dia tidak bisa melihat apa-apa. Ketika dia ditinggalkan dalam kegelapan, sendirian dan tanpa bisa melakukan apa-apa. Dan ketika dia tahu bahwa waktunya tidak banyak.
Lyria merasakan sesuatu merayap di kakinya. Rasanya seperti ada sesuatu yang mencengkeram kakinya di atas kepompong. Kemudian dia merasakan seluruh tubuhnya, bersama dengan kepompong, diseret ke bawah.
Dia diseret dan diseret lebih dalam. Jatuh dalam kegelapan.
Ke arah mana ia diseret, dia tidak tahu. Yang dia yakini adalah semakin dalam dia diseret, semakin redup apinya.
Kepanikan mengalir melalui tubuhnya. Lyria tidak tahu persis berapa banyak waktu yang tersisa. Apinya adalah satu-satunya hal yang dia miliki yang akan menghubungkannya dengan yang hidup. Apinya yang konon merupakan warisan leluhur phoenix-nya.
Apakah mitos itu benar-benar nyata?
Tidak hanya kepanikkan, tetapi keraguan tampaknya mengunjunginya juga, mencekik dadanya dengan tanaman merambat beracun, meninggalkan hatinya membusuk perlahan.
Bagaimana jika aku hanya membayangkan semuanya?
Bagaimana jika Sania dan seluruh percakapan tentang kebangkitan hanyalah pikiran terakhir dari aku, orang yang sekarat?
Bagaimana jika aku tidak pernah bisa kembali ke kehidupan?
Oh Dewi, aku tidak bisa bernapas.
Ini sangat sulit. Ini sangat gelap.
Aku tidak bisa melakukan ini.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dawnless Saga
FantasyEmpat gadis terperangkap dalam kegelapan mereka masing-masing ketika iblis datang ke dunia. Satu adalah seorang Tuan Putri yang gagal, yang lemah, yang tidak bisa memimpin rakyatnya. Satu adalah seorang Pembunuh Merah dengan kecantikan luar bia...