Ep 2: Sendiri

1K 185 17
                                    


Kata-kata yang sama terus berulang di dalam pikiran Lyria saat dia berdiri di depan Duke Frelie. Ini adalah pertama kalinya Lyria menemui Duke Frelie semenjak ia menyetujui pernikahan mereka. 

Angin sore yang sejuk mengayunkan gaun zamrudnya perlahan. Lyria menutup matanya dan menikmati bagaimana angin terasa di kulitnya. Sepoian angin mengingatkan Lyria pada ayahnya. Dan hatinya terasa seperti berdarah lagi. 

"Penyihir Putih dibakar sampai mati," kata Duke Frelie dengan acuh tak acuh. Dia tidak pernah mempertimbangkan perasaan orang lain ketika berkata. Lebih tepatnya, Duke Frelie ingin mengucapkan kata-kata itu untuk menyakiti Lyria. 

Seorang pria seperti Duke Frelie adalah orang yang senang melihat seseorang hancur di depannya. Dan kebetulan hari ini, Lyria menjadi mangsanya. Terperangkap di antara cakarnya, Duke Frelie menunggu Lyria untuk menunjukkan keputusasaannya. 

"Ayahmu membunuhnya." 

Lyria mendengar suara kaca pecah di kepalanya saat kata-kata itu mencapai telinganya. Namun dia menutup mulutnya rapat-rapat meski rasa asam telah naik ke tenggorokannya. Ia berusaha menenangkan napasnya yang memburu. Tinjunya yang terkepal menunjukkan tekadnya untuk tidak tampak lemah di depan pria ini.

Setidaknya tidak untuk hari ini. 

Duke Frelie akhirnya mendongak dari meja belajarnya. Ia akhirnya menganggapi Lyria yang telah berdiri selama setengah jam atas panggilannya. Senyuman sinis terpampang jelas di wajahnya. "Menurutmu mengapa ayahmu membunuhnya?" 

"Dia bukan ayahku lagi," jawab Lyria untuk keseribu kalinya. Sebenarnya, ia menahan jeritan di tenggorokannya. Suaranya yang keluar tetaplah tenang.

"Ya, ya, ya. Dia dirasuki oleh Raja Iblis." Duke Frelie melambaikan tangannya dengan cara mengejek. "Aku tidak peduli tentang itu." 

Tentu saja, yang Anda pedulikan hanyalah uang dan kekuasaan. Anda bahkan tidak peduli bahwa dunia akan segera berakhir, pikir Lyria pada dirinya sendiri. 

"Apa yang ingin saya ketahui adalah mengapa ayahmu membunuh jenderal kepercayaannya sendiri?" 

"Anda tahu betul alasannya," Lyria berhasil menjawab dengan tenang. Namun Duke Frelie segera tahu bahwa kata-kata Lyria memiliki sebuah tantangan yang terselubung. Tantangan untuk mengakui bahwa Lyria, setelah ssemua hal, benar. Lyria hendak menjebak Duke Frelie dengan kata-katanya sendiri untuk mengakui bahwa Penyihir Putih bertindak sebagai orang dalam selama ini. Hingga Rob –atau Raja Iblis, seperti yang ditekankan oleh Lyria, menangkap basah penyihir itu dan menghapus jejaknya dari bumi. 

Untuk pertama kalinya sejak Lyria menginjakkan kaki di Voltaire, Duke Frelie melihat percikan api di mata Lyria. Bara api bersinar di balik mata hazelnya. Cara matanya menatap langsung ke Duke Frelie... seolah-olah dia memiliki kekuatan yang tak terlihat. 

Duke Frelie telah mendengar legenda mengenai bangsawan dari Tollyria yang memiliki sihir dalam darah mereka. Namun selama lima tahun, sang putri di depannya tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kemampuan magis. Tentunya, jika dia memiliki sihir apa pun dia bisa menggunakannya sebagai alat tawar-menawar untuk menyelamatkan negaranya. Namun Lyria tidak melakukan itu. Lyria bahkan mengaku sendiri kepada seluruh komite dewan pada hari dia tiba bahwa ia tidak memiliki kemampuan magis apapun. 

Duke Frelie, tentu saja, tidak mempercayai Lyria awalnya. Dia telah mengirim mata-mata untuk memantau kegiatan sehari-hari Lyria dan untuk menemukan rahasia lain yang putri itu mungkin sembunyikan. Laporan yang kembali selalu normal. 

Jadi, hari ini Duke Frelie telah dibuat bingung oleh Lyria. Apakah itu imajinasinya saja? Cara Lyria menatapnya... Duke Frelie bisa merasakan sesuatu yang samar-samar seakan menekannya. Tiba-tiba dia merasa lebih panas, lebih sulit baginya untuk bernapas. Namun tidak mungkin sang putri yang tidak memiliki magis dapat melakukan hal ini bukan? Ah, mungkin hanya imajinasinya saja.

The Dawnless SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang