Andromeda

1K 59 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







🌠🌠🌠

"Dapet salam dari ayang Tian!"

Sebuah kertas yang dilipat menjadi empat bagian langsung berpindah tangan. Seseorang yang memberikannya mengerling jahil dan berlalu begitu saja bersama satu orang temannya. Dua cowok itu saling rangkul, terbahak meninggalkan tanda tanya besar bagi siapapun yang menjadi saksi pemberian kertas itu.

"Tian siapa, Ran? Cowok lo?"

Rana menggeleng cepat. Bersingut seakan sudah tahu apa yang terjadi padanya beberapa detik lagi. "Bukan! Mereka tuh cuma iseng. Males banget gue sebenernya berurusan sama biang kerok sekolah."

Ia membuka lipatan kertas tadi. Dan langsung menunjukannya kepada Luna, murid pindahan yang baru di sini tiga hari. Tentunya belum tahu apa-apa soal lingkungan sekitar.

"Tuh!"

Sebuah tulisan bagaikan milik orang jenius—jelek—terpampang tidak elegan.

I LOVE YOU
Tapi boong

"Mending lo hati-hati sama mereka!"

Baru saja Rana ingin menerangkan, dari belakang tiga orang cowok melintas dengan kurang ajar. Berlarian di tengah koridor yang ramai. Menimbulkan umpatan-umpatan dari orang-orang tak bersalah yang hampir terjembab dibuatnya.

"Nah, yang barusan lewat juga lo harus hati-hati kalo nggak mau diusilin sama mereka."

Ternyata mereka satu komplotan. Luna bergidik. Bayangan bersekolah dengan aman dan damai agak memudar. Setidaknya ia tahu kalau mereka memang harus dihindari agar kehidupannya di sini selama tahun-tahun berikutnya selamat.

Rana sibuk memperkenalkan cowok-cowok itu pada Luna yang kebingungan. Siapa juga yang akan langsung hafal dengan nama dan wajah-wajah mereka dalam satu kali penjelasan?

"Tapi, mereka bukan apa-apa kalo dibandingin sama cowok yang jalan di tengah lapangan basket itu!" Telunjuk Rana mengarah ke pusat SMA Pelita Bangsa, lapangan basket yang memang letaknya berada di tengah-tengah.

"Ares?" gumam Luna. Sebenarnya agak bodoh bertanya pada diri sendiri karena ia juga tahu fakta bahwa nama yang baru saja disebut memang bersekolah di sini.

"Eh, lo kenal Ares?"

Luna mengangguk kecil. Keduanya berjalan santai menuruni anak tangga. Dengan Luna yang berusaha menghafal semua detail sekolah super luas ini. Takut besok ia kembali tersesat seperti kemarin. Niatnya pergi ke toilet, tapi malah nyasar ke gudang tak terpakai. "Mantan gue."

Saking terkejutnya, Rana sampai berdiam di tempat, membiarkan rambut pirangnya terombang-ambing oleh angin. "What? Serius lo?" Hanya sebentar ia bereaksi tidak percaya. Karena setelah sadar, cewek itu memakluminya fakta barusan. "Nggak heran juga sih, secara fisik lo emang pantes masuk jajaran putri solo di sini." 

Semesta Bercerita (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang