Monoceros

206 26 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌠🌠🌠

Ketakutan berubah menjadi amarah. Sekarang yang ada di ruangan adalah aura emosi. Orang bodoh pun bisa merasakannya.

Orion bangkit dengan lebih tegar. Menghunuskan tatapan tajamnya pada sang papa. "Memangnya kenapa kalau aku pulang sekarang?" tanyanya. Nada remeh, menyudutkan, disusul dengusan geli.

Entah memang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, Rendra bersikap biasa saja. "Ya, baguslah kalau begitu. Nggak usah keluyuran melulu."

"Papa belum puas?"

Kerutan di dahi Rendra tercetak. "Maksud kamu?" Pria itu melepaskan kancing atas kemeja kerjanya. Setiap kaum hawa yang melihat pemandangan ini pasti akan sangat beruntung. Tua, muda, bersuami, siapapun tidak akan berani menampik pesona seorang Rendra Aditya.

Bahkan mereka yang tahu bahwa laki-laki itu sudah memiliki istri dan dua—tiga—putra.

Kalau kabar retaknya hubungan rumah tangga antara Rendra dan Jihan bocor, maka ratusan orang siap mengantre. Orion dan Rigel tidak perlu menunggu lama untuk memiliki ibu dan ayah tiri.

Karena Genta juga mau kalau dijadikan suami ke-dua oleh Jihan. Itu sudah cukup membuktikan kan?

"Kalau aku di rumah, Papa nggak bisa leluasa menyiksa Rigel ya?"

Sekarang, siapa yang berbohong? Aksa atau Rendra yang terlihat sangat terkejut bercampur bingung?

"Kamu ngomong apa sih?"

Jika memang benar, tidak seharusnya Rendra tetap menyangkal seperti ini. Setelah Orion membongkar habis rahasianya bukan?

"Pa! Aku udah tau soal Aksara," sambar Orion.

Sesuai dugaan, wajah pria itu memucat. Namun, beberapa saat kemudian, ketegangan menjelma menjadi sendu.

Di sofa ruang keluarga, Rendra menjatuhkan diri. Belum sanggup membiarkan netra serupa miliknya menembus segala sesuatu.

"Orion ... Kamu udah tau soal Aksara?"

Sama sekali tidak ada nada mengancam.

"Maaf ... Sebenarnya Papa ingin membicarakan hal ini satu tahun lalu." Ada jeda yang cukup panjang. Pria itu mengusap kasar wajahnya. "Tapi melihat kondisi kamu yang seperti itu ... terpaksa Papa mengurungkan niat. Kamu boleh marah sama Papa sekarang—"

"—tapi tolong jangan benci sama Papa!"

🌠🌠🌠

"Lo kenapa sih, Sa? Keliatan nggak fokus gitu?" bisik Roni di samping Aksara.

"Gue takut."

"Takut kenapa? Fokus dulu, bego! Ini pelajaran kimia, pelajaran favorit lo kan?"

Semesta Bercerita (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang