Corona Australis

248 24 9
                                    

🌠🌠🌠

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌠🌠🌠

Tenggorokan Luna terasa kering. Ia butuh pulang untuk menenangkan diri. Namun laki-laki sialan di depannya ini terus menghantui hari-harinya semenjak tahu dirinya pindah ke SMA Pelita Bangsa.

Siswi yang masih memakai seragam lengkap itu menutup matanya dengan telapak tangan kiri. Napasnya berhembus berat, seolah ada jutaan beban bersarang di pundaknya.

Luna menjilat bibirnya yang kering. Telapak tangan ia turunkan dan dibiarkan menggantung di sisi rok merah maroon yang lima centimeter di atas lutut. "Oke, kali ini gue terima uangnya!"

Devan tersenyum tipis. Lega karena bebannya sedikit berkurang.

"Tapi …."

Mendengar kata 'tapi', senyuman Devan luntur. Ia menutup mata sejenak guna mengurangi emosi yang tiba-tiba mendidih.

"…. abis ini lo nggak usah neror gue lagi! Urusin aja urusan lo itu! Anggep kita nggak pernah kenal," kata Luna.

Devan menggeram. "Lo butuh duit kan?" Ia memalingkan wajah sejenak untuk membuang emosi. "Tinggal terima aja ini duit setiap bulan, apa susahnya sih? Asal lo tau! Gue lebih tertekan di sini, Lun!"

"Nggak usah ngerasa paling menderita lo!" sarkas Luna.

Devan tertawa sumbang. "Gue emang bukan yang paling menderita! Tapi, gue cuman mau lepas dari tekanan ini, Lun! Udah cukup lo nolak semua uangnya dan mempersulit jalan gue!"

Napas cowok itu terengah-engah. Emosi. Padahal tugasnya hanya satu. Membujuk Luna. Tapi, spesies manusia yang dibujuk ini lebih sulit dari bayangannya sendiri.

Baik Luna maupun Devan tak bisa menyangka masalah mereka bisa serumit ini. Keduanya diam menyelami pikiran masing-masing. Mereka sama-sama ingin hidup tenang, Luna tanpa Devan, dan Devan tanpa Luna. Tapi sepertinya itu tidak mungkin. Keduanya saling terikat satu sama lain.

Luna merebut amplop yang dari kemarin Devan bawa untuknya. Siswi itu mengangkatnya. "Gue bakalan terima ini tiap bulan! Tapi sebisa mungkin jangan sampe ada orang yang tau hubungan kita!" finalnya lantas berbalik.

Devan tersenyum miring. "Terserah lo! Urusan kita selesai kan?"

Tiga langkah yang sudah diambil Luna berhenti. Ia menolehkan kepalanya ke samping, bermaksud agar Devan mendengar kalimatnya. "Urusan kita nggak akan pernah selesai!"

Devan terkesiap. Luna benar. Cowok itu memandang kosong punggung Luna yang mengecil lalu menghilang dari pandangan.

🌠🌠🌠

"Tian!"

Yang dipanggil menoleh. Tian melirik ke arah teman-temannya sebentar. Bisa ia lihat raut penasaran dari Neon, tapi sebisa mungkin ia abaikan karena dirinya juga penasaran. Cowok itu memperhatikan langkah Rachel yang semakin dekat dengannya. "Kenapa, Ra?"

Semesta Bercerita (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang