🌠🌠🌠
"Lama ya?" Luna mulai mengeluarkan buku-bukunya dari dalam tas.
Zaman menggeleng dan ikut melakukan hal yang sama. Malam ini, mereka ingin belajar bersama. Lebih tepatnya, Zaman meminta dibimbing dalam beberapa materi yang tidak ia pahami.
"Pesen minuman dulu?"
"Boleh. Gue strawberry smoothie aja," kata Luna. Membuka buku paket fisika dengan tema materinya quantum physics atau fisika kuantum.
Hampir semua orang menyerah pada materi ini.
Zaman kembali duduk setelah membayar. Otaknya sudah ruwet hanya memandangi penjelasan apa itu fisika kuantum yang disajikan dalam bahasa Inggris.
"Gue heran, kenapa fisika, matematika, kimia, dan biologi di kita ada dua ya? Yang satu pakai metode pembelajaran bahasa Indonesia, yang satu bahasa Inggris."
Luna hanya tertawa pelan. "Kan kebanyakan alumni juga sekolah di luar negeri. Mungkin ini semacam pembiasaan? Biar kita nggak kagok seandainya mau lanjut di luar negeri."
Wajah Zaman cemberut. "Tetep aja itu bikin tambah pusing."
"Coba pahami dulu."
Luna menyodorkan buku paket pada Zaman. Cewek itu tak bisa melunturkan senyumnya melihat bagaimana Zaman berusaha keras membaca rentetan kalimat ilmiah menggunakan bahasa Inggris. Bukan karena kemampuan berbahasa Inggris Zaman tidak bagus, karena nyatanya seluruh penghuni Pelita Bangsa seratus persen bisa berbahasa Inggris dengan lancar. Itu adalah syarat masuknya. Guru-guru pun tak jarang ada yang berasal dari luar negeri. Bahkan, satpam sekolah dan tukang kebun jadi ikut tertular bisa berbahasa Inggris walaupun sedikit. Saking seringnya anak-anak berkomunikasi dengan bahasa tersebut di hari-hari tertentu.
"Jadi intinya, quantum physics itu adalah kondisi suatu partikel yang bisa ...," Zaman menjeda kalimat untuk memberi waktu pada otak kembali mencerna apa yang dibacanya, "... berada di dua tempat dan di dua keadaan sekaligus? Ah, gimana sih?"
"Absolutely! Kurang lebih begitu. Lo bisa baca soal Schrödinger's cat experiment."
"Udah, dan gue rasa, gue juga termasuk contoh nyata quantum physics."
Seorang pelayan datang membawa pesanan mereka. Strawberry smoothie dan matcha latte. Menghentikan sejenak pembahasan fisika kuantum yang memusingkan kepala.
"Kenapa lo bilang begitu?" tanya Luna setelah pelayan tadi pergi.
Mengabaikan pertanyaan itu, Zaman menyesap matcha miliknya. Rasa hangat menyebar di mulut. Zaman tidak bisa meminum minuman dingin di malam hari kalau tidak mau tubuhnya langsung demam. "Iya. Gue itu kayak si kucing Schrödinger yang hidup dan mati di saat yang bersamaan. Gue paham, tapi juga nggak paham di saat yang bersamaan tentang fisika kuantum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Bercerita (✓)
Teen FictionTentang Orion yang mencari jawaban Tentang Luna yang mencari keadilan Dan tentang Semesta yang bercerita pada kita 🌠Jika kau masih belum mengerti akan teka-teki kehidupanmu, biarkan semesta yang bercerita🌠 (Beberapa part mengandung unsur 18+ Untuk...