Now playing : Gymnopédies
One of Orion's favorite song🌠🌠🌠
Segala sesuatu yang memiliki awal, pasti memiliki akhir.
Entah baik atau buruk.
Kita tinggal menunggu saja waktu merenggut semuanya.
Yang bisa kita lakukan sekarang adalah menikmatinya.
Suatu hari, alam semesta ini akan berakhir juga. Teorinya dari para ilmuwan bermacam-macam. Kalian bisa mengeceknya sendiri di internet.
Kabut tipis di atas cokelat mengepul. Beralaskan tikar kecil, Luna duduk sambil memakan croissant miliknya. Diliriknya melalui ekor mata sosok cowok yang masih saja diam. Sesekali kaki yang tidak terbalut sandal maupun sepatu itu mendorong tanah di bawah. Mengakibatkan ayunan yang dinaiki bergerak.
Saat itulah Luna mengerti tentang sosok Semesta. Sosok yang bungkam dan hanya bisa berbicara melalui pena dan kertas. Bukan karena ia bisu, melainkan karena ia tidak suka berbicara. Terkadang, berbicara sekeras apapun tak membuatmu akan didengarkan.
Rambut yang mulai panjang itu menari bersama angin. Secercah cahaya matahari memantul di wajahnya yang entah mengapa Luna rasa semakin bersinar. Apa itu hanya karena efek cahaya matahari?
"Jangan diajak ngobrol yang nggak-nggak dulu ya, Lun?! Orion masih agak sensitif."
Tentu. Tentu akan Luna ingat peringatan Aksara padanya. Lagi pula, Luna hanya ingin duduk di sini. Ini sudah lebih dari cukup. Saat insiden penembakan itu terjadi, Luna ingin sekali berteriak mengetahui kondisi Orion. Ia pikir, selamanya ia tidak akan menatap kagum wajah itu setelah perpisahan mereka di kafe.
Menikmati wajah yang memiliki seribu rahasia itu.
Selayaknya semesta yang sesungguhnya. Penuh misteri.
Namun tetap indah dan menakjubkan.
Seperti itulah Orion.
Sekarang, Luna mengerti mengapa Orion menyebut dirinya Semesta. Gadis itu merasa, itu bukanlah nama pena yang sembarangan digunakan.
Ada hal lain yang ingin Orion tunjukkan padanya. Namun, Luna tidak mengerti.
Dan memang seperti itulah tujuannya.
Sudah hampir dua jam Orion sama sekali tidak mengeluarkan suara. Aksa bilang, semenjak bangun dari koma, Orion lebih banyak diam.
Tapi menurut Luna itu hal yang wajar mengingat berbagai macam hal mengerikan yang telah dilewati cowok itu. Tetap saja, Luna tidak menyangka Orion akan setenang ini.
Ayunan itu perlahan berhenti.
"Mau naik?"
Tak pernah Luna merasa sebahagia ini diajak berbicara oleh seseorang. Hanya Orion yang mampu membuatnya begitu.
Buru-buru Luna mengangguk. Ia duduk di atas papan kayu, berpegangan pada besi yang menjadi tali ayunan.
Perlahan, ayunan itu bergerak karena didorong Orion. Posisinya sangat dekat dengan danau-tepat di bibir danau. Bahkan untuk menaikinya saja ayunan itu harus sedikit di tarik ke belakang. Sehingga saat sedikit saja ada gaya dorong yang diberikan, papan ayunan akan melayang di atas air yang tenang.
Sebuah sensasi yang menakjubkan. Semuanya bergantung pada seberapa kuat kau berpegang pada besi panjang itu. Juga seberapa kuat besi serta papannya menahanmu. Saat salah satu dari hal-hal itu ada yang tidak memenuhi kriteria, kau akan terjatuh. Tenggelam ke dalam kelamnya air danau yang dingin.
Sekarang, bayangkan kalau ayunan tersebut adalah jiwa kalian. Harus sering-sering diperhatikan agar tidak terjadi masalah serius ketika dinaiki. Sebelum semuanya terlambat, dan kalian terjatuh ke dalam air dingin itu.
Tidak ada yang tahu apa yang ada di dalam air tenang di sana.
Terdengar klasik.
Tapi, saat jiwa seseorang terluka, tak menutup kemungkinan raga mereka bisa saja terluka.
"Orion ...."
"Ya?"
"Jangan tinggalin gue lagi ya?"
Ayunan terus bergerak. Luna bisa melihat pantulan dirinya di atas air.
"Kenapa?"
Jeda itu berlanjut sampai ayunan berhenti karena Orion tidak mendorongnya lagi. Angin dingin telah membekukan semuanya.
Hati Luna beku.
"Kita memang nggak saling memiliki. Tapi kehilangan kamu membuat hatiku sakit."
Rentetan kata itu meluncur begitu saja bersama angin. Melebur. Tidak nampak namun tetap berbekas.
Kedua tangan Luna yang berpegangan pada besi panjang mulai mati rasa akibat dingin tiba-tiba merasa hangat. Ada dua telapak tangan lain yang membungkusnya. Itu mengejutkan.
Orion tepat berdiri di belakangnya. Membuat aroma parfum yang terkesan dingin, lembut, serta menenangkan menguar.
Keterkejutan Luna bertambah ketika Orion mendaratkan satu kecupan di pipi Luna.
"Nggak bisa janji."
Tatapan mereka beradu.
"Jalan kita masih panjang, Luna ...."
Ya. Luna mengerti.
Keduanya sama-sama awam soal cinta. Luna juga bukan tipe perempuan yang mengutamakan cinta diatas segalanya. Logika gadis itu lebih mendominasi sekalipun ia perempuan yang seharusnya mengedepankan perasaan.
Masih banyak lagi yang lebih penting daripada hasrat untuk saling memiliki.
Masa depan masih panjang. Cita-cita banyak yang belum tercapai. Tentu baik Luna maupun Orion punya impian masing-masing.
"Kamu masih punya banyak yang harus dikejar. Aku juga."
Dalam tatapan menghanyutkan itu, Luna seakan tidak bisa melihat sisi iblis yang menguasai Orion. Dimana cowok ini menyembunyikannya?
Ia begitu lembut.
"Kalau suatu hari kamu bertemu seseorang yang lebih baik dari aku, jangan sia-siakan kesempatan! Begitu juga sebaliknya. Aku nggak akan mungkin menyia-nyiakan kesempatan bertemu orang yang lebih baik. Tidak ada yang tau kedepannya bagaimana kan?
Kita masih terlalu kecil untuk mengenal makna cinta yang sesungguhnya."
Entahlah.
Luna tidak merasa kesal atau marah.
Gadis itu ... Ia lega. Terlebih melihat senyuman tipis menenangkan dari sosok Orion.
"Semesta selalu punya cerita. Hanya ini yang perlu kamu ingat,
Jika kau masih belum mengerti akan teka-teki kehidupanmu, biarkan semesta yang bercerita."
Segaris senyum terbit di kedua belah bibir Luna. Senyuman Orion itu menular.
Biar bagaimanapun ....
Entah baik atau buruk.
Segala sesuatu yang memiliki awal, pasti memiliki akhir.
END
🌠🌠🌠🔚🌠🌠🌠
28-06-2023
Sky Ray
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Bercerita (✓)
Teen FictionTentang Orion yang mencari jawaban Tentang Luna yang mencari keadilan Dan tentang Semesta yang bercerita pada kita 🌠Jika kau masih belum mengerti akan teka-teki kehidupanmu, biarkan semesta yang bercerita🌠 (Beberapa part mengandung unsur 18+ Untuk...