Cassiopeia

280 27 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌠🌠🌠

mentarii@gmail.com

Luna … Gue harap lo nggak termakan gosip yang pertama. Jangan percaya kabar pertama itu! Lo harus bisa selalu berpikir logis. Mencari bukti-bukti kuat dan jangan sembarangan menuduh.

Lun … Lo pasti lagi mencari kebenaran kan? Meskipun gue udah mati, lo bakalan tetap mencari ayah dari anak gue kan? Kalau sebelum gue mati dia udah mau bertanggung jawab, gue nggak akan ngirim email email ini.

Kalau lo memang pengen tau, dia ada di Pelita Bangsa. Iya, sekolah gue sendiri.

Tau nggak, gue selalu butuh waktu lama buat nyiapin semua email yang gue kirim ini, Lun.

40 73
Menit

mentarii@gmail.com

Jika kau masih belum mengerti akan teka-teki kehidupanmu, biarkan semesta yang bercerita

Seseorang pernah bilang begitu ke gue, Lun. Dan dari situ, gue bertekad akan terus hidup dan mencari jawaban atas teka-teki itu. Lo juga, ya?

41 2
Menit

🌠🌠🌠

"Gue heran sama lo, dapet keberanian dari mana sih?" Rana menyedot es tehnya. Ia dan Luna duduk di meja samping tembok di kantin. Sebenarnya ada meja kosong di tengah-tengah, tapi mereka pikir akan canggung rasanya jika duduk di sana. Meski jika duduk di tempat mereka sekarang, harus menanggung telinga bising dari meja Orion dan teman-temannya yang jaraknya hanya terpaut satu meja. "Sebelumnya nggak ada satupun cewek yang berani bersikap begitu ke Orion."

Luna enggan menggubris perkataan Rana yang menurutnya berlebihan. Cewek itu memilih memakan batagor yang sudah mulai dingin. Dijemur selama kurang lebih tiga jam membuat tenaganya terkuras habis.

Setelah memastikan piringnya tidak ada satu pun batagor yang tersisa, Luna meneguk es jeruknya. Rasanya lega sekali.

Rana menatap ngeri pemandangan itu. Piringnya saja masih tersisa setengah. Itu berarti kecepatan Luna makan dua kali lebih cepat darinya. Mengerikan! Tapi dirinya bisa memaklumi kondisi ini. Luna yang sudah pasti seperti habis dipanggang hidup-hidup di bawah terik matahari.

"Gue boleh nanya sesuatu nggak, Ran?"

Teman Luna yang tengah mengunyah batagor hanya mengangkat kedua alis.

"Apa bener, tahun lalu ada siswi di sini yang meninggal?"

Rana mengangguk. Tapi cewek itu kemudian meletakkan sendok dan memicing penuh curiga. "Tau dari mana lo ada kasus itu?"

Dua sisi bahu Luna terangkat. Sebisa mungkin bersikap biasa saja. "Kabar itu sempet rame juga di sekolah lama gue," jawabnya acuh. Sangat berbanding terbalik dengan kondisi jantungnya yang berdebar-debar.

Semesta Bercerita (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang