Crater

224 25 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌠🌠🌠


"Sialan!"

Orion menyelidiki lebih dalam tentang siapa orang yang memasukkan rokok ke dalam tasnya. Dan ternyata Rigel tidak berbohong.

Rigel yang melakukannya.

Orion menemukan sisa bungkusan rokok di dalam kamar adiknya.

Cowok itu menyuruh Rigel untuk bangun, menyeret dengan kasar ke dalam kamar biru laut.

Bruk ....

Orion tak segan-segan mendorong Rigel hingga jatuh. "Gue nggak menerima alasan apapun dari lo atas kejadian ini," katanya dingin. Mencengkeram kaos yang dikenakan Rigel.

"Kak, maafin Rigel ...."

Tangan Orion seperti mencekik lehernya. Rigel mencoba melepaskan diri diiringi isak tangis ketakutan.

"Rigel cuma takut ... ka-kalau Papa marah gara-gara nilai—"

Entah mendapat keberanian dari mana, Orion memukul wajah Rigel. Cukup kuat untuk membuat hidung anak itu berdarah. Emosi benar-benar menggelapkan pikirannya.

"Gue bilang gue nggak menerima alasan apapun!" gertak Orion.

Rigel menangis semakin kencang. "Ampun, Kak ... hiks ...."

"DIAM LO!"

Orion menjambak kuat rambut adiknya. Bisa ia lihat raut ketakutan dan kesakitan di sana. Darah dan air mata bercampur. Diselingi suara sesenggukan yang gagal Rigel tahan meskipun kakaknya menyuruh untuk diam.

"Lo harus dihukum."

Orion benar-benar kesetanan. Sekali lagi, ia menyakiti adiknya. Kali ini dengan menendang dada Rigel yang mencoba memeluk kakinya untuk meminta ampun.

Rigel masih saja menangis ketakutan.

"Kak Orion maafin Rigel ... hiks ...."

"MINGGIR! BANGSAT!"

Rigel menggeleng. Tetap berusaha memeluk kaki Orion. Seolah-olah tendangan maut kedua tidak membuatnya gentar.

"Kak! Jangan tinggalin Rigel di sini!"

"Persetan!" Dengan mudahnya Orion menyingkirkan Rigel.

Semesta Bercerita (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang