Vote nya dulu ygy
🌠🌠🌠
Orion yang dulu dipuja-puja kini dicaci-maki. Kabar bahwa cowok itu ternyata pelaku yang menghamili Mentari juga sudah sampai di telinga guru-guru. Membuat kehebohan semakin menjadi. Dalang dibalik bocornya buku diary Mentari seolah tak berkutik. Ketika dimintai keterangan, Luna justru melontarkan seribu alasan.
"Saya mau denger langsung penjelasan dari kamu! Apa benar, kamu yang menghamili Mentari?" tanya Pak Agus.
Orion mendongak dengan tatapan pasrah. "Kalo saya jawab bukan, apa bapak bakalan percaya? Kalaupun bapak percaya, apa semuanya bakalan berubah?" tanyanya.
Pak Agus menautkan jemarinya di aras meja, bingung juga dengan pertanyaan anak muridnya. Jujur, ia merasa kasihan. Terlebih, ia tahu apa yang sedang dihadapi Orion saat ini. Ibunya baru saja meninggal, ayahnya jadi buronan polisi, sementara adiknya koma di rumah sakit. "Saya mau kamu jujur!"
Bu Desi yang juga berada di dalam ruangan menghunuskan pandangan tidak suka pada Orion. Dari dulu beliau memang membenci sifat Orion yang suka membuat onar. Kejahilan anak itu membuatnya seringkali naik darah. Dan sekarang ia seolah tengah menikmati kemenangan.
"Bukan saya, Pak!" jujur Orion.
"Jangan bohong kamu!" hardik Bu Desi.
Orion memutar malas bola matanya. "Nah kan? Saya disuruh jujur, giliran ngomong jujur masih aja dibentak."
"Ya karena kamu nggak mau jujur!" Suara Bu Desi semakin meninggi.
"Saya udah jujur, Bu! Harus gimana lagi saya buktiinnya?" Orion mulai emosi. Wajahnya sudah memerah lantaran sangat kesal.
"Saya nggak percaya sama omongan kamu! Sekarang kamu ngaku!"
"BUKAN SAYA, BU!" teriak Orion mengagetkan semua orang di dalam ruangan. Kedua tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. Pandangannya lurus ke depan. Menghunus. Seolah bisa menghancurkan apa saja di depannya.
Bu Desi menciut. Bahkan Pak Agus juga meneguk ludahnya.
Orion berdiri dengan gerakan kilat. Membuat kursi yang didudukinya hampir terjatuh. "Saya nggak peduli kalo saya mau di do dari sekolah! Yang jelas bukan saya pelakunya!"
Cowok itu melangkah cepat keluar. Di ambang pintu, ia bertemu dengan Bu Cantika yang memandangnya iba. Orion tidak suka ditatap seperti itu. Ia tidak butuh belas kasihan dari orang yang bahkan tidak mengerti apa-apa tentangnya.
"Benar-benar keterlaluan! Sudah, Pak! Lebih baik keluarkan saja dari sekolah!" Bu Desi menginterupsi.
🌠🌠🌠
"Lo ngapain ke sini? Bolos?"
Orion tidak menyahut. Ia melemparkan tasnya di atas sofa, lalu melangkah pasti ke arah kursi besi di samping ranjang pasien. Wajahnya masih nampak kusut, dan Aksa tahu diri untuk tidak bertanya lebih lanjut.
Cowok itu menaruh kepala di samping tangan Rigel, dengan kedua tangan ia jadikan sebagai tumpuan. "Lo diskors berapa hari?"
"Satu minggu. Besok udah berangkat."
Orion mengangguk mengerti. "Kalo gitu besok gue nggak usah berangkat," katanya dengan nada enteng. Tubuhnya sudah tegak
"Yakin lo?"
Orion mengangguk lagi. Posisinya masih membelakangi Aksa yang tiduran di tempat favoritnya selama menjaga Rigel. Sofa panjang. "Gue juga nggak berangkat dulu deh. Males."
Bohong! Selain karena malas, ada satu alasan yang tidak mungkin ia katakan di depan Orion seperti ini. Apalagi ada Rigel meskipun anak itu masih memejamkan matanya rapat.
"Mulai sekarang gue nggak akan ninggalin Rigel lagi. Seenaknya sampe minggu depan, Sa … Gue … gue nggak mau nyesel nantinya."
Sebenarnya Orion hanya menunggu kapan tiba saatnya Rigel diambil. Karena ia tahu betul, harapannya sangat kecil. Luka-luka di tubuh anak itu terlalu parah, ia juga kehilangan banyak darah. Rigel tidak langsung ditangani karena baru ditemukan hari itu. Padahal, ia juga menderita dehidrasi dan kelaparan.
Aksa bangun dari posisi rebahan. Ia memperhatikan punggung adiknya. "Jangan ngomong begitu! Kalo Rigel denger nanti dia bakalan kecewa sama lo!" Padahal yang Orion katakan adalah salah satu ketakutan terbesarnya juga. Aksa juga takut di sini.
"Gue cuman ngomong yang sebenarnya, Sa!"
"Lo pasti kemakan omongan orang-orang kan? Nggak usah dengerin mulut mereka! Kita harus yakin, besok Rigel pasti bangun."
"Bukan gitu! Gue nyoba buat nerima kenyataan, berpikir realistis. Biar nanti gue siap kehilangan."
"Cukup! Jangan bikin Rigel nyerah, Yon! Dia bisa aja denger semua kata-kata sampah lo itu!"
Orion tertawa pedih. "Yaudah! Kalo emang denger, bangun sekarang!"
Tentu saja perintah itu tidak berpengaruh terhadap reaksi Rigel. Hal yang membuat Orion semakin yakin adiknya tidak akan bangun lagi.
"Liat kan? Dia nggak bangun!"
Napas Orion memburu. Aksa tidak bergerak dari tempat duduknya, ia merasa kosong.
Kursi yang semula didudukinya bergeser ke belakang. Tatapan Orion marah, nyalang, frustasi. "Bangun lo, Rigel!" geramnya.
Ia mengambil Dino yang berada di atas meja nakas. Napas Orion semakin tidak teratur. Dadanya begitu sesak.
"BANGUN SEKARANG LO!"
Sekuat tenaga, Dino yang berada di tangannya dilempar hingga mengenai wajah damai Rigel. Boneka itu memantul, jatuh ke lantai. Ia kembali memungutnya.
Aksa bangkit dengan tergesa, ia menahan Orion yang hendak melemparkan Dino lagi. "Udah udah!" ujarnya, sebisa mungkin menarik Orion menjauh.
"Lo udah kelamaan istirahat, Rigel! Bangun sekarang! Atau gue bakar semua gambar-gambar lo itu!"
"BANGUN!"
Tenaga Orion semakin melemah. Ia juga tidak memberontak lagi seperti sekarang. Sebagai ganti kemarahannya, cowok itu menangis. Terisak kuat. Seberapa keras pun ia mencoba menahannya.
Kali ini Aksa melepaskan adiknya ketika Orion kembali memberontak. Bukan pemberontakan yang dirasakannya akan berbahaya.
Karena benar saja, setelah tadi membentak-bentak bahkan melemparkan Dino, Orion bergerak ke tepi ranjang. Merengkuh tubuh ringkih Rigel dengan sangat hati-hati. Bersumpah dalam hati untuk lebih memperhatikan ketika mata itu kembali terbuka.
"Please … bangun! Lo udah berhasil ngehukum gue, Rigel …."
Aksa memalingkan wajahnya. Isakan Orion mendominasi ruangan. Tangannya secara kasar mengusap kedua matanya.
Ia lalu mendongak, mengatur napas agar tidak ikut larut dan memperkeruh suasana. Tugasnya sebagai orang tertua di sini adalah menenangkan, mengurus semuanya. Aksa ingin menjadi orang yang bisa diandalkan.
🌠🌠🌠
24-03-2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Bercerita (✓)
Fiksi RemajaTentang Orion yang mencari jawaban Tentang Luna yang mencari keadilan Dan tentang Semesta yang bercerita pada kita 🌠Jika kau masih belum mengerti akan teka-teki kehidupanmu, biarkan semesta yang bercerita🌠 (Beberapa part mengandung unsur 18+ Untuk...