Phoenix

188 26 6
                                    

🌠🌠🌠

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌠🌠🌠

Mereka duduk melingkar di ruang tamu rumah—mungkin istana —Rachel. Mencoba menyusun teka-teki puzzle yang semakin terlihat bentuknya. Teka-teki yang diluar dugaan ternyata melibatkan beberapa guru di SMA Pelita Bangsa.

"Kesimpulannya, Orion hanyalah kambing hitam bagi para keparat itu!"

"Kenapa harus dia?" tanya Genta pada siapapun. Lebih tepatnya ia miris. Kasihan sekali sahabatnya. Disaat-saat seperti ini, ia harusnya mendapatkan lebih banyak dukungan. Bukan cacian.

Rana mengambil salah satu foto yang merupakan isi dari amplop yang dikirimkan dari Singapura. Dengan nama pengirim Danixa. Dugaan sementara, ini perbuatan Atlas. Setidaknya keluarga Atlas yang memang tahu.

"Kalau menurut gue, yang ini sih Pak Agus," kata Rana. Mengalihkan topik agar tidak membicarakan Orion lagi.

Karena cewek itu merasa sangat kasihan. Terlebih tahu bagaimana perlakuan Luna kepada Orion. Entah apapun alasannya, tidak seharusnya Luna menambah beban sebegini berat pada pundak yang rapuh.

Rachel mengangguk. "Terus yang ini Pak Toni," sambung cewek itu seraya menunjukkan sebuah foto.

Kebanyakan foto-foto yang diambil secara diam-diam itu berisikan informasi yang sama. Mereka, beberapa guru tertangkap melakukan pelecehan terhadap siswi-siswi.

Tapi bukti seperti ini belumlah kuat. Karena siapa tahu aktifitas tak senonoh tersebut memang disetujui oleh kedua belah pihak, kan?

Dilain sisi, Zaman menekan touchpad sehingga sebuah video berlatarkan ruang gelap gulita terputar. Hal ini diasumsikan sebagai bentuk pertahanan diri Atlas ketika merekam percakapannya dengan seseorang di dalam video. Mungkin saja Atlas menaruh ponsel di dalam saku, sehingga yang nampak di layar hanyalah kegelapan.

"Kamu mau melaporkan saya? Mau lapor kemana kamu?"

Suara pria di dalam video sedikit tidak jelas dan terlalu lirih.

"Orang seperti kalian nggak layak disebut pahlawan tanpa tanda jasa."

"Sok bijak! Saya bisa melakukan apapun pada kamu, termasuk membunuh."

"Saya nggak takut! Karena kalau dibiarkan, akan ada semakin banyak korban. Lebih baik saya mati asalkan bisa menghentikan lingkaran setan ini."

"Hahaha ... Saya takjub dengan keberanian kamu."

"...."

"Hajar aja udah ...."

Bugh ...

Pukulan mulai terdengar.

"Pengecut! Akh ... Beraninya keroyokan."

Wajah Zaman langsung pucat. Ini pertama kalinya ia mendengar rekaman yang berasal dari flashdisk yang didapatkan Rachel. Itu karena memang ia baru datang diantar kakaknya.

Semesta Bercerita (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang