Kelas akselerasi heboh oleh sorakan gembira lantaran pengumuman dari salah seorang guru. Dugaan hampir semua orang benar mengenai kunci jawaban ulangan matematika yang salah. Alhasil, murid-murid yang semula kecewa dengan nilai dibawah tiga puluh—bahkan nol—gembira tiada tara.
"Rigel!!! My guardian angel!!!" seru salah satu murid perempuan dengan wajah berseri. Hampir seluruh kelas mengucapkan kalimat terima kasih pada Rigel.
Semuanya hanya dibalas dengan senyuman kecil. Rigel juga senang karena ia mendapatkan setidaknya nilai sembilan puluh, tidak nol seperti sebelumnya. Meskipun demikian, ia yakin, dua orang tuanya masih akan protes.
"Gue bisa hangout minggu ini girls!"
"Boy! Ada yang mau ikutan nggak?"
"GUEEE! Pengen ikuuut dong! Suntuk banget di rumah belajar mulu," salah satu teman Rigel berseru. Ia menoleh ke samping, di mana meja Rigel berada. "Lo mau ikut nggak? Gue yang traktir nanti."
Pengen
"Nggak deh. Thanks ya, lain kali aja."
Satu ruangan dibuat terkejut akibat sebuah meja yang semula diam didorong dengan gaya yang begitu kuat. Hukum fisika langsung berlaku. Orang yang memiliki refleks tinggi kebanyakan berteriak. Syaraf-syaraf memberikan sinyal waspada. Sementara jantung melakukan tugasnya terlalu cepat, beberapa diantara mereka pasti merasa dadanya sakit, seperti dipukul-pukul dari dalam.
Si pelaku yang duduk di pojok belakang menghampiri meja Rigel yang berada di pojok belakang juga, namun di sisi yang berbeda. Johan, yang waktu itu tidak mengikuti ulangan langsung menyerang Rigel. Menarik kerah kemejanya dan membenturkan punggung Rigel ke dinding. Mungkin mereka hanya terpaut dua tahun, tapi tenaga dan postur tubuh keduanya sangat berbeda jauh. Rigel jelas kalah di sini.
"Lo bisa nggak sih, satu kali aja ikut remedial?" gertaknya marah.
"Johan! Lo jangan main-main sama dia!" peringat Devan. Ia jelas tahu karena ia adalah salah satu anggota Danixa. Setidaknya tahu kalau Rigel adalah adik dari ketua geng tersebut.
"L-lepasin!" Napas Rigel sesak. Tangan kirinya yang terbalut smartwatch meraba-raba meja untuk menyeimbangkan tubuh. Namun ia malah menemukan sebuah benda yang mungkin bisa saja membebaskannya.
"Gue benci banget sama orang egois kayak lo! Yang cuman mikirin diri sendiri."
Tatapan takut tiba-tiba lenyap dari wajah Rigel. "Mikirin diri sendiri?" Ia berhasil mendorong Johan hingga temannya itu mundur beberapa langkah. "Gue nggak akan minta ke guru buat mengoreksi ulang semua lembar jawab milik satu kelas kalo—"
Satu tamparan sangat kuat menunjukkan betapa Johan tengah berada di puncak emosi. "Lo, kacungnya Orion! Makhluk rendahan di sini, jangan berani-berani ngelawan gue!"
"Johan! Udah woi! Lo jangan kelewatan." Seruan mereka diabaikan.
Rigel memegang pipi kanannya yang berdenyut. Tangan kiri yang tadi meraih cutter telah mengeluarkan mata tajam benda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Bercerita (✓)
Teen FictionTentang Orion yang mencari jawaban Tentang Luna yang mencari keadilan Dan tentang Semesta yang bercerita pada kita 🌠Jika kau masih belum mengerti akan teka-teki kehidupanmu, biarkan semesta yang bercerita🌠 (Beberapa part mengandung unsur 18+ Untuk...