🌠🌠🌠
Luna tidak mengerti. Semua orang mulai memandangnya rendah. Ia tidak tahu harus dengan cara apa lagi menjelaskan kepada manusia-manusia itu. Mereka hanya mendengar apa yang ingin mereka dengar. Tanpa mau tahu sudut pandang dari Luna selaku tokoh utama dalam cerita yang mereka buat.
Ia duduk, menekuk lutut di sudut rooftop. Terkadang, menghindar sejenak adalah cara terbaik untuk menghadapi sebuah situasi. Setidaknya sampai semuanya mereda.
Dulu, Luna memaksakan diri untuk tetap memasang muka tebal di hadapan semua orang. Hasilnya tidak terlalu bagus bagi Luna. Ia semakin jatuh. Orang-orang semakin merendahkannya. Menganggap Luna memang pelacur sejati lantaran masih punya muka untuk menampakkan diri.
Tapi kali ini, Luna tidak bisa. Ia bukanlah tokoh fiksi yang kuat menghadapi segala tantangan.
Luna hanya manusia biasa.
Ia bisa jatuh, dan berpotensi tidak bisa bangkit lagi.
Gadis itu menelungkup. Mulai menangis dengan perasaan takut.
"Pasti sakit banget ya?"
Tangisan Luna semakin pecah. Ia mengangguk tanpa repot mengangkat pandangan. Ia sudah tahu siapa yang bertanya barusan.
"Lo boleh nangis sepuas yang lo mau."
Orion duduk bersila di depan Luna. Meletakkan dua botol minuman isotonik dingin. Dengan sabar cowok itu menunggu Luna merasa puas. Meluapkan emosi yang menyesakkan dada.
"Nggak akan ada yang dengar kok."
Luna semakin mengeraskan tangisan. Sesekali terbatuk. Ia berusaha mengusir air mata yang tidak mau berhenti mengalir. Tapi usahanya sia-sia. Napasnya semakin sesak.
Orion hanya diam. Memainkan jari-jarinya. Ingin sekali ia memeluk Luna yang rapuh itu. Tapi takut dengan respon selanjutnya.
Beberapa saat selanjutnya, Orion tidak peduli lagi. Cowok itu merengkuh tubuh Luna. Membawanya ke dalam pelukan hangat yang menenangkan. Sekilas, ia tersenyum tipis karena tidak mendapat penolakan.
"Gue nggak tau rasa sakit lo gimana." Orion menepuk pelan punggung Luna yang masih bergetar. Berirama. "Tapi mungkin rasa sakitnya mirip sewaktu gue ngeliat Atlas sekarat."
Tangisan Luna mulai mereda. Mendengarkan cerita Orion barusan. Ia jadi berpikir, mungkin luka di hati Orion bahkan lebih parah. Rasa sakitnya berkali-kali lipat dari apa yang ia rasakan. Mungkin.
Tidak ada tolak ukur rasa sakit.
Pelukan mereka terlepas. Orion melepaskan jas almamater, memberikannya pada Luna. "Nih. Buat lap ingus lo tuh."
Luna tersenyum hingga mata sembabnya menyipit. Kalau bisa bercermin sekarang, Luna akan merasa lebih cantik setelah menangis. Entahlah. Apa semua perempuan seperti ini? Merasa lebih cantik setelah menangis?
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Bercerita (✓)
Novela JuvenilTentang Orion yang mencari jawaban Tentang Luna yang mencari keadilan Dan tentang Semesta yang bercerita pada kita 🌠Jika kau masih belum mengerti akan teka-teki kehidupanmu, biarkan semesta yang bercerita🌠 (Beberapa part mengandung unsur 18+ Untuk...