[Fantasy, Adventure, Minor Romance (13+), & Mystery || ON GOING-EVERY SABTU]
# Buat kalian yg udh baca sampai chapter 18 keatas, Kalian hebat! #
•• Blurb ••
Semua bermula dari pertemuanku dengannya di hari itu, kala hujan mengguyur seluruh dataran k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KÏÑGDËTHØÜR
{special new look}
~Selamat Membaca~ 🧚♀
Amber masih menangis di depan pohon Ashs. Dia benar-benar tidak bisa menerima kenyataan pahit itu. Hatinya tidak rela. Dia juga merasa sangat bersalah pada Ashs.
Ashs sudah sangat baik padanya. Bahkan sejak dulu, hanya Ashs lah satu-satunya peri yang mau bermain dengannya.
Amber ingat betul, ketika dia dipindahkan sendirian di rumah pohon oleh ayah dan ibunya sendiri. Amber tidak tahu apa alasannya. Yang dia tahu, itu semua dilakukan untuk kebaikannya. Dia juga menjadi sangat jarang bisa bertemu dengan kakaknya. Ingatan terakhir Amber dengan kakaknya adalah ketika perang besar itu terjadi.
Sungguh, Amber tidak mengerti kenapa ada peri sebaik Ashs. Seharusnya Amber mati dari dulu saja. Dengan begitu, semua ini mungkin tidak akan pernah terjadi. Dia juga tidak mengerti kenapa dirinya masih dipertahankan hidup oleh keluarganya dulu. Amber benar-benar menyalahkan dirinya sendiri saat ini.
Seharusnya juga dia tidak pernah bertemu dengan Ashs. Andai saja waktu itu Amber tidak kasihan dan menolong Ocsirin peliharaan Ashs, mungkin dia dan Ashs tidak akan pernah bertemu. Dan Ashs tidak akan berakhir seperti ini.
"Maafkan aku Ashs...huu huu...hiks," Amber masih menangis. Bahkan matanya sudah terlihat sangat bengkak sekarang.
Profesor Arian yang melihat pemandangan itu menjadi tak tega pada Amber. Dia hendak menghibur Amber, tapi profesor Pazzie malah menahan lengannya dan berkata,
"Sebaiknya jangan lakukan itu. Kita masih tidak tau apakah kondisinya sudah stabil atau belum."
"Apa hatimu juga akan mati rasa profesor Pazzie jika kau melihat keluargamu mati di depan matamu sendiri?" tanya Profesor Arian, jauh di luar dugaan profesor Pazzie. Pertanyaannya juga berhasil membuat Profesor Pazzie kebingungan.
"Apa maksudmu profesor?"
Profesor Arian menyeka air matanya yang kembali mengalir membasahi wajahnya. Kemudian menjawab,
"Jika aku di posisi anak itu...aku juga pasti akan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukannya saat ini." Jawab Profesor Arian, sekaligus menyindir profesor Pazzie yang tadi melarangnya untuk mendekati Amber.
Merasa terkena kalimat ultimatum dari profesor Arian, Profesor Pazzie akhirnya diam. Dia tidak mampu lagi mencegah profesor Arian untuk mendekati Amber.
Tanpa berbasa-basi lagi, profesor Arian segera berjalan mendekati Amber yang masih menangis tersedu-sedu.
Sesampainya dia di dekat Amber, perempuan paruh baya itu lantas bersimpuh di sebelah Amber dan mengelus pelan belakang kepala Amber.