Bab 42

1.7K 78 3
                                    

Typo Bertebaran,

Happy reading 😊


"Alhamdulillah," ucap Bara saat mengetahui bahwa bisnis online yang di geluti bersama temannya sudah membuahkan hasil.

Memang sejak dulu Bara sangat suka berbisnis. Bisnis apa saja ia kerjakan, bahkan ia sampai merekrut santri yang berasal dari pondok kakeknya untuk membantu salah satu bisnis peternakan sapi miliknya.

Dan masih ada beberapa bisnis yang memang ia hanya menjadi investor saja. Karena nanti saat sudah menikah, Bara ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga,bukannya malah sibuk bekerja. Apalagi ia juga sudah berjanji untuk membantu ayahnya mengajar di pondok pesantren milik sang kakek.

"Baik,nanti kalau sudah luang,saya yang akan ke sana." Lanjut Bara dan mengucapkan salam sebelum mematikan handphone.

Bara kini masih berada di pondok. Setelah selesai mengantarkan kyai Ramlan, ummi Aminah beserta orang tuanya, Bara tadi berpamitan untuk menemui seorang mandor yang ia minta tolong membuat rumah untuk tempat tinggalnya.

Saat sedang mengobrol masalah material rumah yang kurang, tiba-tiba rekan bisnis Bara menghubunginya dan memberitahukan bisnis online mereka yang sudah berjalan lancar.

Kini ia kembali melanjutkan pembicaraan dengan pak Rusli selaku mandor yang di percaya untuk membangun rumah kayu jati yang di inginkan olehnya.

"Jadi gimana pak,kayu jatinya masih kurang?" Bara mengulang kembali pembicaraan yang sempat tertunda tadi.

"Iya, kemungkinan lebih banyak dari yang kemarin datang." Jawab pak Rusli dengan menunjukkan denah bagian-bagian rumah yang hampir keseluruhan memakai bahan kayu jati.

Bara mengangguk mengerti,memang rumah yang ia bangun tidaklah besar. Rumah dengan model iglo itu paling tidak bisa menampung keluarga kecilnya nanti yang kalau-kalau ingin bermalam menikmati suasana pedesaan. Lebih kurang seperti villa mini.

"Insya Allah sebulan lagi selesai, jangan lupa doakan para pekerja sehat terus Gus," ujar sang mandor yang di aminkan Bara.

Masih teringat oleh Bara saat ada seorang lelaki paruh baya meminta tolong padanya untuk membeli tanah yang terletak di atas perbukitan. Lelaki itu sedang membutuhkan uang untuk mengobati istrinya yang sedang sakit.

Dengan niat membantu Bara membeli tanah tersebut yang sekarang ia dirikan sebuah rumah yang nanti akan di hadiahkan untuk istrinya.

Berhubung hari sudah senja, Bara kembali ke pondok untuk bersiap pulang. Setelah shalat maghrib dan selesai makan malam Bara dan kedua orang tuanya berangkat kembali pulang.

****

"Ngapain Lo nongkrong di luar malam-malam," Bella melihat Lana duduk sendirian dan sebagai sahabat yang baik ia pun ikut duduk menemani.

"Lagi hitung kunang-kunang," jawab Lana asal.

"Kunang-kunang dihitung,duit dong yang di hitung," sahut Bella membenarkan omongan Lana.

"Untuk apa hitung duit,kan udah dapet suami kaya," seloroh Lana sembari tertawa.

"Gue sih iya,nah Lo masih calon,itu pun kalau jodoh,masih bulan depan kalau gak di tikung pelakor!" Bella terbahak melihat Lana menghentikan tawanya dengan raut wajah kesal.

"Doa Lo jelek bener," sarkas Lana. "Katanya sahabat,tapi doa Lo kayak buat musuh tau gak," lanjut Lana masih dengan wajah kesal.

"Oke,gue ralat, pokoknya kita harus punya suami kaya,biar jadi ibu rumah tangga aja,gak perlu kerja lagi!" Ucap Bella dengan semangat.

BelLana (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang