Kota Perbatasan Barat,
Kerajaan Brechordon
Keriuhan pasar tertangkap dengan baik ditelinga seorang gadis yang akan menginjak umur ke lima belas tahun itu.
Ia berdiri di samping seorang gipsi berumur hampir setengah abad yang telah mengasuhnya entah sejak ia berumur berapa, mata birunya yang cerah menilik keramaian pasar di kota perbatasan barat negeri itu.
Mata indah gadis itu menangkap beberapa orang dengan armor yang sedang menunggang kuda.
Matanya menyipit sembari bertanya-tanya kemana orang-orang itu akan pergi. Mereka terlihat membawa beberapa perbekalan.
"Bibi Yuriel, menurutmu orang-orang itu akan pergi kemana ?" Tanya gadis tersebut pada wanita gipsi berambut merah disebelahnya.
"Entahlah, bagaimana kalau kita mencari penginapan sembari menggali informasi ?" Usul si wanita gipsi pada gadis bermata biru itu yang kemudian dibalas anggukan olehnya.
Ia dan gipsi wanita bernama Yuriel itu telah mengunjungi banyak Kerajaan di benua itu. Begitu banyak perbedaan di setiap Kerajaan, begitupun ciri khas dan kebiasaan mereka.
Dan cara yang paling mudah untuk mengetahuinya adalah berbaur dengan pemilik penginapan yang sudah terbiasa dengan pertanyaan aneh para turis.
Setidaknya mereka tidak akan terlihat kolot dan tidak tahu apa-apa.
"Selamat siang !" ucap Yuriel setelah dua kali mengetuk meja penjaga penginapan dengan suasana bagian dalam yang lebih mirip bar minum daripada sebuah penginapan itu.
Mendengar sebuah sapaan, seorang pria dengan perut buncit menurunkan koran yang ia baca.
Mata sipitnya yang terbenam diantara pipi penuh lemaknya menilik dua perempuan didepannya.
"Turis ? Mau pesan kamar ?" tanyanya dengan suara kencang.
Yuriel mengangguk seraya mengeluarkan kantong uangnya karena merasa si penjaga penginapan menatap mereka ragu.
Pemilik penginapan itu bangkit, agak sedikit terhuyung lalu maju kedepan dengan langkah tidak teratur. Kini wajahnya jadi semakin terlihat, agak merah mungkin karena mabuk.
"Lima keping yarn untuk satu malam," ucapnya dengan suara yang masih ditinggikan. Yuriel memberikan sepuluh keping.
Si penjaga penginapan itu menerimanya, memakan beberapa menit untuk menghitungnya dalam keadaan mabuk.
"Nama ?" Ucapnya seraya menarik perkamen yang terlihat daftar nama dengan tulisan acak-acakan dan kemudian meraih pena, sedikit kesusahan.
"Yuriel," ucap wanita gipsi itu. Penjaga penginapan mulai menulis dengan tangan gemuknya, terlihat asal.
Lantas ia melirik gadis disebelah wanita gipsi, gadis itu balas menatapnya agak berpikir sampai ia menyadari sesuatu, "Ah Ayrece," ucapnya, pria penjaga penginapan itu masih menatapnya.
"Darimana asalmu nak ?" Tanyanya setelah beberapa saat menatap Ayrece.
Ayrece mengangkat alis berpikir jawaban apa yang harus ia lontarkan. "Terrian !" Ucap Yuriel mendahului.
"Kota kecil di ujung benua Timur, kami sudah lama meninggalkan kota itu untuk berkelana," ucap Yuriel mantap.
Ayrece menoleh menatap Yuriel yang kini mengedipkan sebelah matanya.
Bukan satu atau dua kali Ayrece mendapat pertanyaan demikian selama ia dan Yuriel menjelajahi benua, dan Yuriel lah yang selalu menjawab dengan jawaban yang selalu berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Winter
Fantasía15 tahun adalah waktu yang Ayrece habiskan tanpa mengetahui siapa dirinya sebenarnya, ia hanya terus berkelana dengan seorang gipsi yang ia panggil bibi. Namun secara tiba-tiba, saat ia datang ke sebuah tempat dimana salju tidak pernah meleleh, ia m...