Dong..dong..dong..!
Bel jam besar menara utama Istana berdentang mengisi kesunyian malam, menunjukkan waktu sudah mencapai tengah malam hendak berganti hari.
Di ruang bawah tanah yang gelap dan lembab itu Georgia berjalan dengan tergesa-gesa melewati lorong-lorong berisikan ruangan dengan penutup jeruji besi yang tebal dan kuat.
Ia berusaha meredam suara langkah kakinya agar tidak terdengar oleh siapapun.
Sesaaat kemudian ia sampai di salah satu bilik berpintukan jeruji besi yang ia cari.
Di dalam sana duduk seorang lelaki remaja dengan kedua tangan terantai.
Meskipun suasana lorong dan bilik sangat gelap hanya tersinari beberapa obor, Georgia cukup dapat melihat mata keemasan orang itu.
Ia menatap Georgia, terdiam tidak berkata apa-apa.
Georgia dapat merasakan kewaspadaan dari orang itu saat ia melangkah maju mendekati pintu jeruji.
"Pangeran," panggil Georgia.
Ia masih terdiam, dahinya berkerut saat Georgia mengulurkan tangannya menyerahkan sebuah bola bercahaya yang terlihat lembek.
"Jika Anda melahap ini, Anda tidak akan kelaparan dan kedinginan sampai satu minggu kedepan," ucap Georgia menyorkan benda itu.
Tapi orang itu masih terdiam tidak berkata. Sepertinya ia tidak cukup percaya kepada Georgia.
"Tidak apa-apa Pangeran, Saya tidak berniat melukai Anda sama sekali," ucap Georgia lagi.
Ini sudah memasuki minggu kedua semenjak Osmond berada di tempat itu, keadaannya tidak terlihat baik.
Suara rantai yang mengikat tangan Osmond bergerincing saat ia menggerakkan tangannya meraih benda lembek dari tangan Georgia.
Ia tidak memiliki pilihan lain selain mempercayai Georgia.
Kedua matanya yang keemasan memeriksa bola yang menyinari wajahnya itu, kemudian dengan tangan sedikit bergetar ia melahapnya bulat-bulat.
Rasanya seperti benda itu hancur sebelum ia sempat mengunyahnya, seperti ada angin yang memasuki perutnya.
Jika tadi ia merasa sangat lapar sampai-sampai tubuhnya lemas, ia merasa sangat segar dan kenyang sekarang.
Ia menggerak-gerakkan jari-jemari dan pergelangan tangannya yang tidak lagi sakit karena beratnya rantai besi.
Kedua lututnya yang terluka juga tidak terasa perih lagi, pun ia tidak merasakan luka memar yang berhari-hari terasa nyeri diwajahnya.
Matanya menatap Georgia yang tersenyum puas. "Anda Siapa ?" tanya Osmond.
"Georgia Martinez, Pangeran," ucap Georgia.
Osmond terdiam, ia sangat ingat hari dimana orang dihadapannya ini memandunya bersama orang-orang Vatillian ke dalam ruang bawah tanah Dantevale.
Setelah hari itu, ia merasa ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya. Berkali-kali ia tanpa sadar mencoba membunuh dirinya sendiri.
Setiap malam ia mendengarkan bisikan-bisikan aneh yang memintanya untuk mati, hingga akhirnya di hari terakhir festival pembentukan Negara, ia dikurung dibawah tanah karena ia mencoba melukai beberapa pelayan.
Tidak ada yang tahu tentang insiden saat itu, hanya Richard Zachary, yaitu pamannya sendiri yang malam itu langsung membawanya ke ruang bawah tanah.
Setelah itu tidak pernah ada orang lagi yang mendatanginya, bahkan ia cukup yakin hanya ada dirinya di lorong gelap dan panjang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Winter
Fantasy15 tahun adalah waktu yang Ayrece habiskan tanpa mengetahui siapa dirinya sebenarnya, ia hanya terus berkelana dengan seorang gipsi yang ia panggil bibi. Namun secara tiba-tiba, saat ia datang ke sebuah tempat dimana salju tidak pernah meleleh, ia m...