Bagian 80. 'Gejolak Perang: Corak Indah Sihir Pelindung'

69 14 0
                                    

Ayden sering sekali mendengar cerita tentang suasana medan perang yang mencekam dari Althare, ia tahu bahwa Ayahnya itu sudah memiliki banyak pengalaman memimpin pasukan di medan perang.

Di akhir ceritanya, Althare selalu memberikan penilaiannya terhadap perang itu. Seberapa mencekamnya suasana perang itu.

Memang ia terdengar seperti seorang psikopat gila karena menilai sebuah peperangan, tapi dengan cara itulah penggambaran Althare dapat dimengerti oleh Ayden yang masih sangat muda.

Lima dari sepuluh untuk perang dengan Negara kepulauan Carterrant, tujuh dari sepuluh untuk perang dengan kekaisaran Heralagos.

Althare mengatakan, begitu perang mencapai puncaknya, udara yang dapat dihirupnya selalu dipenuhi dengan debu pekat.

Langit yang gelap karena debu-debu yang mulai naik membuat suasana medan perang akan semakin mencekam. Ditambah suara kikikan kuda, pekikan prajurit yang tertebas, dan jeritan kesakitan mereka yang terinjak-injak karena jatuh dari kuda.

Sewaktu mendengar cerita itu, Ayden selalu penasaran apa yang dirasakan Ayahnya saat itu.

 Ketakutan ? Kemarahan ? Terdesak ? Ayden sangat ingin tahu.

Sekarang, sepertinya ia mengetahui perasaan Ayahnya itu saat berada di tengah medan perang.

Sesak sekali, rasanya ia ingin cepat mengakhiri ini semua.

"Hup !" seru Ayden setelah berhasil meraih penghalang balkon dari luar bangungan.

Ia harus memanjat menara utara untuk menghindari para mayat hidup yang tidak ada habisnya itu, ia sudah pergi sejauh itu tanpa beristirahat sama sekali.

Karena pernah menjadi tempat penginapan para utusan dewa dari Ethelarius dan menjadi tempat suci akses menara utara ditutup.

Tempat itu dipenuhi kekuatan suci sampai saat ini dan cukup menganggu untuk para penyihir Istana, para mayat hidup pun tidak akan bisa sampai atas dengan mudah.

Tanpa ia sadari, Ayden sudah berada di lantai lima. Setelah berdiri di balkon, ia melongok kebawah melihat para mayat hidup yang berjalan tanpa arah meraung-raung seolah merasa lapar.

"Hmm, aku penasaran berapa nilai untuk perang ini," gumam Ayden menatap langit yang mulai gelap.

Itu adalah tengah hari, seharusnya siang hari di musim semi terasa hangat. Tapi saat ini yang ada hanyalah langit gelap dipenuhi residu sihir hitam dan suasana mencekam yang terasa dingin dan mencekik.

Pandangan Ayden kemudian tertuju pada lubang super besar di jalan menuju hutan istana. Lubang hitam dimana mayat hidup terus keluar.

Sedari tadi ia bersusah payah menjangkau tempat itu dengan arahan dari Theodore. Dengan elemen sihir yang belum pulih, itu terasa cukup sulit.

Ayden melepas jubah yang dipakainya, kemudian menggunakannya untuk membersihkan pedangnya yang dipenuhi cairan hitam dari mayat hidup.

Bau anyir yang bercampur dengan bau besi membuat Ayden mengeryit, entah sudah berapa ratus mayat hidup yang sudah ditebasnya tadi.

Ayden sama sekali belum bisa menggunakan sihir elemennya, jadi ia terpaksa mengerahkan seluruh auranya untuk menghabisi para mayat hidup itu.

Tujuan utama Ayden saat ini adalah Istana Charlotte. Sebagai seorang pengendali elemen bayangan, Ayden juga dapat merasakan keberadaan elemen bayangan yang tengah digunakan oleh pengendali lain.

Itu sudah seperti radar bagi pengendali elemen, karena jumlahnya sangat sedikit mereka memiliki kemampuan untuk mengetahui pengendali elemen lain yang sedang menggunakan sihirnya pada jarak tertentu.

Eternal WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang