Pagi itu di Vatillian, Faramond tidak begitu yakin pukul berapa saat itu. Hujan gerimis turun membuat suasana pagi terasa lembab dan suram.
Setelah pertempuran kecilnya dengan Ayrece dan Esthelle beberapa hari lalu, ia mengalami meriang yang cukup parah sehingga harus tinggal di kastil Vatillian.
Pagi itu begitu ia menerima berita besar dari Ibukota ia berlari kearah pavilliun di barisan belakang kastil Vatillian.
Berita itu adalah berita besar yang akan mengguncang seluruh negeri, dan orang yang mengirim beritanya adalah Bibinya sendiri, Demelza Vatillian.
Sebuah berita tentang kematian Raja dari negeri ini, Callister Brechordon.
Faramond tahu pasti alasan surat singkat mengenai kematian Raja yang juga sepupunya itu ditujukan kepadanya.
Dan Faramond juga sangat yakin saat ini si pengirim surat sudah tidak lagi berada di Istana.
Tempat yang Faramond pikir tidak akan pernah bisa ditinggalkan Demelza itu, akhirnya lepas dari pengawasannya.
Tugas, kedudukan, dan gelar yang membelenggunya ia tinggalkan begitu saja. Hal yang ingin sekali Faramond lakukan sejak lama.
Sembari berlari menyusuri lorong suram itu, Faramond terus mengumpat. Ia tidak berpikir kekacauan akan dimulai secepat ini.
Dari awal ia sudah menduga akan ada perpecahan di dalam kubunya, namun ia tidak pernah berpikir akan sekacau ini, bahkan sampai Raja dari negeri ini meninggal.
Ia ingin meyakini bahwa ini semua tidak ada didalam rencana Ayahnya.
Karena bagaimanapun juga, Callister adalah anak dari adik Jefford, dan Jefford sangat tahu betapa sayangnya Demelza pada putra pertamanya itu.
Namun di sisi lain, tidak mungkin pula ini ulah dari pihak musuh.
Semua orang tahu bahwa hubungan Callister dan Grand Duke sangatlah baik, bahkan sebelum Callister naik ke tahta.
Belum lagi jika Callister meninggal, Dantevale tidak akan mendapat keuntungan apapun juga. Karena Althare sudah lama melepaskan hak suksesinya atas takhta untuk mengabdikan diri pada tanah Utara.
"Sial !" umpatnya untuk yang kesekian kali sebelum ia mendorong pintu didepannya.
Begitu pintu terbuka, bau amis menyeruak masuk kedalam hidungnya.
"Perilaku tidak sopan apa ini ?" ucap sebuah suara serak dan lemah dari arah ranjang yang bertutupkan kain putih terawang.
Cahaya remang yang menyinari ruangan itu membuat suasana semakin suram.
Lukisan perempuan yang terakhir kali terpasang di tembok kamar itu kini sudah hancur tercabik-cabik dan dibiarkan tergeletak di lantai.
Dengan memberanikan dirinya Faramond melangkahkan kaki memasuki ruangan itu.
"Ada yang ingin Saya katakan," ucap Faramond, ia merasa tidak yakin harus memanggil orang itu bagaimana.
"Khe khe khe, apa kau akan mengatakan selamat tinggal padaku ?" tanya Helena, wanita yang kini berbaring lemah di ranjangnya, dari suaranya Faramond yakin bahwa tubuh tua itu sudah kembali seperti semula, sebagaimana mestinya.
Faramond terdiam, ia tidak berniat mengatakan selamat tinggal atau apapun. Walaupun ia adalah orang yang paling tahu seberapa lama wanita tua itu akan bertahan sebelum kembali ke takdir awalnya.
"Apa Anda tahu seberapa kacau negara ini sekarang ?" tanya Faramond.
"Ya, Tee baru saja mengunjungiku, ia bilang sebentar lagi aku akan bisa melihat kehancuran Dantevale," ucap Helena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Winter
Fantasy15 tahun adalah waktu yang Ayrece habiskan tanpa mengetahui siapa dirinya sebenarnya, ia hanya terus berkelana dengan seorang gipsi yang ia panggil bibi. Namun secara tiba-tiba, saat ia datang ke sebuah tempat dimana salju tidak pernah meleleh, ia m...