Bagian 55. 'Rencana Perwujudan Ramalan Sang Ratu'

87 13 0
                                    

"Selamat malam, Ayah." 

Althare mengangkat kepala menatap kearah pintu ruang kerjanya.

Disana, Ayrece berdiri mengintip dari balik pintu besar itu, nampaknya ia sudah siap untuk pergi tidur melihat piyama yang dikenakannya.

"Ah apa sudah selarut itu ?" Althare menaruh pena nya saat Ayrece berjalan mendekat.

Ayrece mengangguk pelan, ia sudah terlihat sangat mengantuk. "Aku tidak bisa menemukan Ayden dikamarnya," ucap Ayrece.

"Apa karena itu kau datang kemari, kau mengkhawatirkannya ?" tanya Althare setengah menggoda.

Ayrece terlihat berpikir, sebenarnya ia secara tidak sadar datang kemari untuk memberitahukan ke Ayahnya bahwa ia tidak bisa menemukan Ayden, ia tidak memikirkan kenapa ia melakukannya.

Althare terkekeh kecil "Ayden disana," ucap Althare menunjuk bagian kanan ruangannya, dengan langkah lemas Ayrece menghampiri sofa panjang yang membelakanginya itu.

Disanalah ia menemukan Ayden tertidur terlentang dengan pakaian dan rambut yang sudah berantakan, sepertinya ia bekerja terlalu keras hari ini.

"Dia tidak terlihat baik-baik saja," ucap Ayrece menunduk tepat didepan wajah Ayden.

Althare mengangguk, padahal ia sendiri sudah menyuruh Ayden untuk istirahat saja, tapi Ayden tidak mendengarkan dan terus ingin membantu.

"Biarkan ia tidur lebih lama, Richie," ucap Althare. 

Ayrece hanya terdiam kemudian duduk di sofa lain seraya terus memperhatikan Ayden.

Mungkin sekitar limabelas menit kemudian saat Althare sudah kembali fokus dengan pekerjaannya, Ayrece bangkit dari duduknya.

"Aku akan kembali ke kamarku," ia melangkah kearah pintu "Ayah juga harus cepat tidur," ucapnya.

Althare tersenyum kemudian mengangguk "Selamat malam, Richie."

Ayrece meninggalkan ruangan Ayahnya dan kembali ke kamarnya.

Hari sudah hendak berakhir saat itu, namun setengah penerangan di ruang kerja Althare masih menyala terang.

Ia menemaramkan pencahayaan di sisi kanan ruangan karena Ayden sedang tertidur.

Saat sebagian besar pencahayaan di kastil sudah meredup pun, Althare masih sibuk dengan banyak hal di meja kerjanya.

Sampai hari sudah berganti, sekitar pukul satu dini hari ruang kerjanya diketuk. Althare mengernyit, ia membatin apakah itu Stephan.

Pintu itu terbuka, membuat Althare yakin itu bukan Stephan. Ia hanya akan masuk jika Althare sudah memintanya untuk masuk.

"Sudah kuduga kau masih disini," ucap Earlene yang melongokkan kepalanya kedalam ruangan.

"Yang Mulia, kenapa Anda kemari selarut ini ?" Althare menaruh penanya kemudian bangkit berdiri menghampiri Earlene.

"Aku berniat berjalan-jalan di dalam bangunan karena tidak bisa tidur dan tidak sengaja kemari, kupikir kau masih disini jadi aku masuk," ucapnya.

Althare terdiam, sebenarnya ia berniat mengantar Earlene untuk kembali ke kamarnya. 

Namun karena ia menekankan kata 'tidak bisa tidur' di kalimatnya, Althare pikir Earlene tidak ingin kembali ke kamarnya.

"Apa Anda ingin duduk sebentar untuk secangkir teh ?" tanya Althare. 

Earlene terlihat sangat suka, ia mengangguk dengan antusias.

Althare mengarahkannya untuk duduk di kursi meja kerjanya, ia meminta maaf karena bagian sofa di ruangannya sedikit berantakan.

Eternal WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang