Auman monster menggema di setiap sudut medan perang benteng keempat, bau amis darah menyeruak disana-sini membuat gadis dengan rambut perak yang terlihat kontras dengan suasana medan perang itu memicingkan matanya.
Dengan cekatan ia mengikat kebelakang rambut panjangnya untuk memudahkan pergerakan melawan monster .
Ayrece berdiri ditengah-tengah hiruk-pikuk pertarungan prajurit Dantevale dengan para monsteryang mengaum tiada henti.
Sudah sekitar tiga bulan ia berpindah dari benteng satu ke benteng lain yang situasinya lebih genting dengan alasan menambah pengalaman bertarungnya.
Sebenarnya Duke sudah menyuruhnya kembali ke kastil untuk menerima pengajaran secara teori.
Namun Ayrece terus mengirim penolakan, atau lebih tepatnya ia mengulur waktu untuk kembali.
Ayrece sudah cukup puas dengan semua yang dibaca dan apapun yang dipelajarinya secara teori, ia membutuhkan pertarungan yang sebenarnya saat ini.
Dengan kedua tangannya ia membekukan monster-monster yang mendekatinya seraya mengecek kanan-kirinya bilamana ada yang membutuhkan bantuannya.
Dan disana ia mendapati seorang prajurit tengah terlentang menahan monster diatasnya dengan pedangnya yang patah, sedangkan teman-temannya yang lain juga terlihat sibuk dengan pertarungan mereka.
Ayrece memutar tangannya membentuk lingkaran didepan dada, pusaran cahaya biru muda berasap dan dingin keluar dari tangannya lalu dengan cepat ia menghempaskan pusaran itu ke depan membekukan para monster sampai radius lima puluh meter darinya sekaligus.
Menyelesaikan bagian itu, Ayrece berlari kearah prajurit yang membutuhkan bantuan tadi, tangannya mengepal longgar kemudian dari kepalan tangannya ia mengeluarkan sebuah benda lancip yang terlihat mirip pisau namun dari es tentunya.
Lalu dengan cekatan ia naik keatas monster tersebut dan menusuk punggungnya membuat monster setinggi dua meter dengan bentuk seperti kadal raksasa bertanduk itu mengaum kesakitan lalu tubuhnya yang hitam membiru dan tumbang.
Ayrece tersenyum puas "Nona ! Itu terlalu berbahaya, bukankah Tuan Grand Duke sudah berpesan agar anda tetap berada dibelakang garis aman ?" bukannya berterimakasih, si prajurit itu mengomel berniat mengingatkan Ayrece.
"Ucapan terimakasih saja cuku kok" ucap Ayrece kembali sibuk dengan beberapa monster yang mendekat.
"Dan lagipula itu salahmu karena tidak fokus, jadinya kewalahan dan aku harus membantu kan" Ayrece membela diri, ia hanya tidak ingin menerima surat yang berisi teguran lagi dari Althare karena tidak menghiraukan petuahya.
"Saya bisa mengurusnya, dan tadi Anda mengeluarkan sihir cukup besar, itu beresiko" tiada hentinya prajurit itu mengomeli Ayrece seraya mengggerakkan pedangnya menebas kumpulan monster kerdil berwarna hijau yang berlarian mendekat sambil tertawa jelek.
Ayrece terdiam kali ini, tadi itu memang beresiko tapi ia rasa itu masih di titik yang aman.
Perintah Althare yang satu ini cukup Ayrece mengerti dan sejujurnya ia selalu mengendalikan agar ia tidak mengeluarkan sihir elemen terlalu banyak,
Bukan tanpa alasan Althare melarangnya melakukan itu, terakhir kali saat Ayrece membekukan seluruh monster di medan perang benteng ketiga ia jatuh pingsan beberapa menit setelahnya karena terlalu banyak menggunakan energi sihir nya dan bangun tiga hari setelahnya membuat semua orang panik termasuk Georgia yang buru-buru datang ke benteng ketiga dengan sihir teleportasi.
Ayrece melihat sekelilingnya, tidak begitu ramai lagi auman monster itu artinya ia hanya perlu memberi sedikit dorongan kecil untuk para prajurit ini agar mereka dapat sedikit bernapas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Winter
Fantasy15 tahun adalah waktu yang Ayrece habiskan tanpa mengetahui siapa dirinya sebenarnya, ia hanya terus berkelana dengan seorang gipsi yang ia panggil bibi. Namun secara tiba-tiba, saat ia datang ke sebuah tempat dimana salju tidak pernah meleleh, ia m...