Pagi menjelang siang itu di mansion Taranesse, Ayden dan Althare baru saja membicarakan apa yang telah terjadi di utara.
Tentang kedatangan Arthelarius dan Hagan di Dantevale dan Ayrece yang sedang menuju ke Ibukota.
Ayden yang pertama kali menerima surat pagi itu segera menemui Althare di kamarnya dan mempertanyakan semua isi dari surat tersebut.
Meskipun terlihat sedikit bingung, Ayden sama sekali tidak terkejut saat Altahre menjelaskan semua tentang Arthelarius dan rencananya bersama Hagan.
Sebenarnya itu malah menjawab pertanyaan yang selalu ada di kepala Ayden selama ini. Ia selalu bertanya-tanya kenapa Ayahnya sama sekali tidak mencari Grand Duke terdahulu.
Atau pertanyaan mengapa Ayahnya terlihat begitu tenang saat berangkat ke Ibukota dengan rencana tidak pasti.
Di sisi lain Ayden memiliki pendapatnya sendiri tentang Grand Duke terdahulu.
Menurutnya tindakan Grand Duke terdahulu yang merupakan kakeknya itu adalah sebuah kesalahan, ia meninggalkan tugas besarnya sebagai seorang pemimpin wilayah.Saat putra satu-satunya masih sangat muda.
Meskipun dalam masa kepemimpinan Althare ia tidak mengalami kesulitan dalam mengatur wilayahnya, tetap saja Arthelarius melakukan sebuah kesalahan yang merenggut masa muda putranya.
Sebagai seorang Ayah dan seorang pemimpin, Ayden pikir Arthelarius sangat tidak bertanggungjawab.
"Apa yang sedang kau pikirkan ?" tanya Althare, Ayden terbangun dari lamunannya kemudian mengangkat wajahnya menatap Althare.
Ia sempat lupa masih berada di kamar Ayahnya karena hanyut dalam pikirannya sendiri.
"Aku hanya berpikir haruskah aku pergi untuk menjemput Richie ?" tanya Ayden.
Althare terdiam, ia menatap surat yang berada di tangannya kemudian berbalik menatap pintu yang mengarah ke balkon.
"Kita akan segera ke Istana, sesuatu mungkin akan terjadi, kita harus segera berangkat. Tolong panggilkan Hubert dan Gingee saat kau turun," ucap Althare.
Ayden mengernyit, perintah itu terlalu tiba-tiba. Namun, ia tidak terlalu memikirkannya.
Dengan segera ia meninggalkan kamar tidur Ayahnya, pas sekali ia berpapasan dengan Hubert saat hendak menuruni tangga.
"Hubert, Ayah memanggilmu ke kamarnya," ucap Ayden.
Hubert hanya mengangguk, kemudian melewati Ayden begitu saja.
Ayden berdiri di tangga paling atas menatap Hubert yang berjalan sedikit sempoyongan kearah kamar Althare.
"Hmm ? Apa dia masih sakit ? Harusnya kan tidak, aku harus memeriksanya sebelum berangkat nanti." Ia segera menuruni tangga dengan cepat untuk menemui Gingee.
Sementara itu, Althare yang masih berada di kamarnya mendengar ketukan di pintu, "Masuk," ucapnya.
Kemudian pintu terbuka memperlihatkan Hubert yang setengah pucat melangkah memasuki kamar Althare.
"Tuan muda meminta Saya untuk datang kemari, Yang Mulia," ucap Hubert, keringat menetes membasahi wajahnya.
"Hubert, apa kau baik-baik saja ?".
Hubert seperti tercekat, ia menelan ludahnya sebelum kemudian berkata "Sepertinya Saya telalu memaksakan diri untuk bekerja jadi pemulihannya tidak bekerja dengan baik," ucap Hubert.
Althare mengernyit, entah kenapa ia merasa tatapan Hubert berbeda dari biasanya, matanya sedikit sayu dan terlihat memerah berair.
"Pastikan kau istirahat setelah ini, dan tolong sampaikan pada seseorang untuk memberitahu Ayrece saat ia sudah tiba untuk menyusul ke Istana," ucap Althare.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Winter
Fantasy15 tahun adalah waktu yang Ayrece habiskan tanpa mengetahui siapa dirinya sebenarnya, ia hanya terus berkelana dengan seorang gipsi yang ia panggil bibi. Namun secara tiba-tiba, saat ia datang ke sebuah tempat dimana salju tidak pernah meleleh, ia m...