Diantara istana Adamaris dan Istana Ratu, gundukan tanah itu menjulang setinggi lima meter dari permukaan tanah.
Dengan permukaan atas berdiameter tidak lebih dari enam meter, keempat orang itu berdiri diatasnya. Mereka sibuk menyerang para mayat hidup yang saling memanjat untuk bisa meraih mereka.
Ayrece dan Faramond yang baru saja berteleportasi ke sana masih kesulitan menjaga keseimbangan. Karena tanah yang mereka pijaki tidak berhenti bergoyang.
"Apa Anda berdua baik-baik saja ?" tanya Esthella yang berlutut disamping Ayrece dan dengan santai menembakkan panah silangnya kearah para mayat hidup.
"Saya baik," sahut Faramond.
"Sedikit pusing," tambah Ayrece. Itu juga karena efek sihir teleportasi Faramond yang sudah sering sekali digunakannya.
Ayrece menoleh sekejap kearah Theodore, disela-sela tangannya yang melancarkan serangan, kedua matanya memeriksa setiap sudut Istana.
Di ketinggian seperti ini, selain memudahkan mereka untuk menghabisi lebih banyak mayat hidup, Theodore juga semakin mudah mengamati sekitar mereka.
"Ella, berpindah posisi," ucap Theodore. Dengan segera Esthella berbalik kemudian berpindah posisi dengan saudaranya itu.
Kini Theodore berdiri diantara Ayrece dan Faramond. Ayrece sempat meliriknya, ekspresinya terlihat sangat serius.
Memang di situasi seperti ini, kemampuan Theodore amat sangat berguna. Belum lagi, medan yang mereka hadapi adalah kompleks istana yang memiliki bangunan-bangunan tinggi.
Theodore kembali mencengkeram panah sihirnya dan mengarahkannya pada mayat hidup yang sudah sejauh satu meter dari kaki Ayrece.
"Terimakasih," ucap Ayrece yang sempat tidak fokus.
"Apa Anda baik-baik saja ?" tanya Theodore melihat tangan Ayrece yang memerah.
"Ya, tentu saja," ucap Ayrece.
Faramond yang berdiri disebelah Theodore melongok menatap Ayrece yang menghindari tatapan Theodore.
"Dibawah banyak sekali kabut api, Lady Ayrece terlalu memaksakan penggunaan elemennya," ucap Faramond mengadu.
Ayrece mendecih, ia menatap Theodore yang sekarang menatapnya. Tatapannya seperti Ayahnya saat Ayrece pulang terlalu malam.
"Kabut api memang yang terburuk !" seru Ayrece menyindir Faramond.
"Jangan gunakan elemen Nona untuk sementara, tolong berdiri dibelakang saya," ucap Theodore.
Ayrece mengernyit hendak menolak, tidak mungkin ia hanya diam saja disaat seperti ini.
"Sihir elemen Anda mungkin akan dibutuhkan nanti, jadi Anda harus istirahat sejenak untuk memulihkannya," ucap Theodore sebelum Ayrece sempat menolak.
"Theo benar, Nona," sahut Esthella.
Ayrece kalah, dengan wajah sedih ia melangkah kebelakang Theodore dan hanya memeriksa wajah-wajah jelek mayat hidup itu.
Saat diam dan memperhatikan seperti itu, Ayrece menyadari bahwa setiap sudut istana benar-benar dipenuhi oleh mayat hidup.
Bahkan dari jendela-jendela di Istana Adamaris, Ayrece dapat melihat para mayat hidup itu berlarian saling menabrak satu sama lain.
Saat mendongak Ayrece dapat melihat dengan jelas ratusan lingkaran sihir yang berwarna-warni. Ia tidak sempat begitu memperhatikannya tadi.
Pelindung itu terlihat sangat cantik menghiasi langit yang sudah benar-benar berwarna hitam. Bukan karena malam, tapi karena sihir hitam yang begitu pekat naik ke langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Winter
Fantasy15 tahun adalah waktu yang Ayrece habiskan tanpa mengetahui siapa dirinya sebenarnya, ia hanya terus berkelana dengan seorang gipsi yang ia panggil bibi. Namun secara tiba-tiba, saat ia datang ke sebuah tempat dimana salju tidak pernah meleleh, ia m...