"Saya menghabiskan dua hari perjalanan untuk bisa sampai ke Utara,"
Thistle berbisik ke Ayden setelah berhasil mendekatkan kudanya kearah Ayden. Ayden tersenyum tipis, baru saja mereka melewati perbatasan tanah utaran.
Sekarang hendak memasuki gerbang Ibukota Barden, dengan waktu kurang dari setengah jam, rombongan sebesar itu dapat berpindah dengan cepat.
Semua itu berkat sihir elemen Althare tentu saja, dengan sedikit bantuan dari Gingee rombongan besar itu dapat tiba dengan cepat.
Matahari mulai bersembunyi di ujung barat saat mereka tiba di ujung jembatan menuju gerbang utama Ibukota.
Seperti biasa ada dua prajurit yang berjaga di ujung lain jembatan. Mereka berdiri tegak dengan pandangan menuju para rombongan.
Seluruh rombongan berhenti di ujung jembatan.
Ayden mengerutkan dahi saat tidak mendapati Ayahnya yang sedari tadi memimpin rombongan.
"Grand Duke, tadi ada di sebelahku," ucap Putri Earlene terlihat panik.
Demelza berbalik kemudian menatap Ayden, seolah memberi kode kepada Ayden untuk menggantikan Ayahnya.
"Harusnya bilang dulu kalau mau pergi," gumam Ayden mengomentari Ayahnya.
"Thistle tetap ditempatmu," Ayden memacu kudanya melewati beberapa prajurit yang kemudian menepi memberinya jalan.
Dengan kecepatan sedang ia menyebrangi jembatan batu panjang itu sendirian berniat berbicara kepada dua prajurit penjaga.
Namun begitu ia semakin dekat dengan kedua prajurit itu, Ayden menyadari sepertinya ia tidak perlu membicarakan apa-apa.
Storm mengikik keras saat Ayden menarik tali kekang secara tiba-tiba. Dua orang itu, Ayden dapat mengenali mereka meskipun jubah bertudung itu menutupi wajah mereka.
"Dua lawan satu sepertinya tidak adil," ucap Ayden kemudian turun dari kudanya.
Kedua orang itu melangkah menuju Ayden yang masih berada di seperempat jalan menuju pintu gerbang.
"Jangan curang ya !" seru Ayden.
Orang-orang yang berada di kejauhan terlihat bingung dengan situasi yang mereka lihat didepan mata mereka.
Lebih lagi, saat kedua prajurit itu berhenti di depan Ayden, hanya berdiri terdiam tidak melakukan apapun.
"Selamat datang Tuan muda," ucap salah seorang dari mereka.
Ayden masih menatap keduanya, masih menunggu keduanya bersikap normal "Kalian tidak terlihat baik-baik saja," ucapnya.
Mendengar hal tersebut, keduanya membuka tudung yang menutupi kepala mereka seraya menghela napas.
Theodore dan Esthella tersenyum kecut karena tidak berhasil membodohi Ayden.
"Tuan meminta kami untuk menahan rombongan sebentar disini," ucap Theodore, Ayden menoleh kebelakang menatap rombongan yang jumlahnya lebih dari limaratus orang tersebut.
Ayden memilih untuk mengikuti kalimat Theodore.
Walaupun mereka datang bersama dengan Demelza dan Earlene dengan prajurit istana, para penjaga di dalam bisa salah paham dan terprovokasi.
Ditambah banyak sekali prajurit Ruzellaim yang berpatroli di sekitar bagian dalam perbatasan.
Salah-salah peperangan bisa meletus di tempat itu.
"Sepertinya Ayah lupa ada Yang Mulia Putri dan Ibu Suri disana," Ayden menghela napas seraya berharap Ayahnya tidak akan lama.
"Kalau begitu panggil orang. Bagaimana Mestyn Alley ?," tanyanya seraya menepi di pinggir jembatan dan duduk diatas penghalang setinggi satu meter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Winter
Fantasy15 tahun adalah waktu yang Ayrece habiskan tanpa mengetahui siapa dirinya sebenarnya, ia hanya terus berkelana dengan seorang gipsi yang ia panggil bibi. Namun secara tiba-tiba, saat ia datang ke sebuah tempat dimana salju tidak pernah meleleh, ia m...