Bagian 63(2). 'Ledakan Cahaya di Langit Barden'

54 11 0
                                    

Prajurit yang sangat setia, Gerald. Ia sudah menjadi seorang komandan tinggi bahkan sebelum Althare melakukan debutnya.

Mata coklatnya yang tegas terlihat kontras dengan rambutnya yang sudah memutih. Namun diluar itu ia  masih terlihat sangat gagah dan merupakan salah satu prajurit paling dihormati di Istana ini.

"Silahkan, Sir Radclif," ucap Faustus.

"Terimakasih Tuan Menteri," Gerald berdiri dari duduknya kemudian membungkuk hormat kearah Althare sebelum memulai kalimatnya.

"Bagi kita yang berada diluar konflik, mungkin yang baru saja diperdebatkan oleh Tuan Duke dan Yang Mulia Grand Duke merupakan hal yang berada diluar pemahaman kita,

"Maksud Saya, di dalam konflik besar seperti ini hal seperti mengambil tawanan dan kemudian melakukan eksekusi adalah hal yang biasa melihat tidak adanya peraturan mengenai hal tersebut."

Sekilas kalimat dari Gerald menunjukkan bahwa ia membela Jefford.

"Begitu juga dengan aksi lain, seperti sabotase bisnis pihak lawan dan sejenisnya," lanjut Gerald yang kemudian membalikkan pemikiran orang-orang yang berada di pertemuan itu.

Althare tersenyum kecil, mulai mengerti arah dari kalimat komandan besar yang cukup dikenalnya itu.

Yang Gerald maksud adalah, aksi Dantevale yang melenyapkan salah satu tambang Vatillian adalah tindakan normal yang terjadi di dalam perang, karena belum ada peraturan tentang itu.

"Dan mendengar dari perbincangan beliau berdua, sepertinya memang masalah tersebut tidak seharusnya dibicarakan lagi, semua sudah impas dan selesai," ucap Gerald.

"Izinkan Saya untuk menjawab !" seru Richard yang kini duduk jauh dari Faustus.

Ia mendorong kursinya keras sekali kebelakang sebelum kemudian bangkit berdiri "Namun ada undang-undang yang mengatakan bahwa pihak yang melakukan perusakan aset pihak lain adalah sebuah kejahatan," ucap Richard menggebu-gebu.

"Itu benar sekali, terimakasih menteri Richard," ucap Faustus membuat Richard tersenyum bangga.

"Saya memohon maaf karena saya akan mengatakan suatu hal yang tidak seharusnya Saya katakan disini,"

Kembali, semua orang menatap Grand Duke yang menyatakan kalimat lain dengan suara tegasnya.

"Karena Tuan Menteri Richard menyinggung tentang perusakan aset, Saya berusaha mengingat satu lagi masalah yang merugikan kami," ucap Althare.

Kedua matanya menatap kearah Jefford yang langsung mengerti maksud dari kalimatnya yang merujuk pada hari dimana Vatillian menerobos masuk kastil Dantevale untuk mengakses Valjakutse.

Semua orang masih terdiam, menunggu Althare melanjutkan kalimatnya.

Namun demikian, Althare sama sekali tidak berniat menyingggung masalah pada malam hari itu karena faktanya hal tersebut sudah dapat diatasinya.

"Apa sekarang semua sudah dapat Anda terima Tuan ? Impas ?" tanya Althare.

Jefford masih terdiam, tentu saja ia tidak terima karena ia selalu merasa Dantevale tidak pantas untuk mendapatkan artefak kuno itu.

Ia tidak berkata apapun sampai Faustus membuka pengambilan suara dimana semua orang setuju untuk menolak permintaan persyaratan dari Jefford.

Yang mana mau tidak mau ia harus mengajukan persyaratan lain. Dan kemudian memutuskan untuk memberikan persyaratan yang sama dengan Dantevale.

Artinya saat ini masing-masing dari kedua keluarga besar termasuk pengikut mereka tidak dapat memasuki ataupun mengusik wilayah satu sama lain.

Dengan saling setujunya kedua belah pihak yang berada di dalam konflik, akhirnya surat perjanjian pun dibuat.

Yang kemudian surat perjanjian tersebut dikenal sebagai Perjanjian Giernane. Yang merujuk pada sebuah kata di bahasa kuno dengan arti musim semi yang gelap.

"Saya berharap dengan perjanjian perdamaian ini, situasi kelam di negeri ini akan segera berakhir," ucap Faustus saat Althare selesai menandatangi perjanjian tersebut.

Althare mengangguk kecil kemudian ia melangkah kearah pintu kaca yang masih terbuka, ia masih memegang perkamen perjanjian miliknya.

"Kalau begitu, biarkan Saya melakukan sedikit trik untuk perayaan berakhirnya konflik ini, sekaligus sebagai sambutan kembalinya Yang Mulia Ibu Suri dan Putri Earlene," ucapnya.

Semua orang terlihat bingung, bahkan masih bingung saat Althare berdiri di balkon dengan satu tangan terangkat rendah.

Dari telapak tangannya muncul cahaya berpendar sebesar biji jagung, kemudian cahaya itu terangkat dengan pelan.

Dari jendela-jendela kaca, semua orang di dalam ruangan itu dapat melihat cahaya kecil yang semakin menerang itu naik ke langit.

"Ini untuk menyambut era baru dari negeri kita," gumam Althare lirih.


Sementara itu, diluar gerbang perbatasan menuju Ibukota, Ayden dikejutkan dengan sebuah perkamen yang berada di tangannya tiba-tiba.

"Apa isinya, Tuan muda ?" tanya Esthella, Theodore yang berdiri disampingnya juga terlihat bertanya-tanya.

"Perjanjian perdamaian, sudah ditandatangani oleh Duke, dan Ayah," ucap Ayden.

"Mungkin pesan kalau kita bisa masuk ? kita bisa mengamankan jalur untuk rombongan dengan ini," ucap Esthella.

"Masih belum, kita tunggu sebentar lagi," Theodore menyela.

Ayden mengangguk mengerti, ia sedang menggulung perkamen yang dipegangnya saat mereka mendengar suara kuda yang mendekat.

Ketiganya berbalik dan mendapati Gingee sudah berhenti dibelakang mereka, ia menuruni kudanya.

"Itu, Saya rasa dari Tuan Grand Duke ?" Gingee mengangkat tangannya dan menunjuk kearah langit, membuat Ayden, Theodore, dan Esthella menatap ke titik yang ditunjuknya.

Sebuah cahaya putih yang sangat terang terbang diatas langit gelap dan tak berbintang Ibukota.

"Benar, itu sihir elemen cahaya milik Tuan," ucap Theodore menjawab.

Semua rombongan pun dapat melihat dengan jelas cahaya itu.

Sampai beberapa saat kemudian cahaya itu meredup dan menghilang, namun itu tidak berakhir disana.

Karena di titik yang sama cahaya tersebut menghilang, muncul sebuah cahaya baru yang lebih besar.

Kemudian cahaya yang lebih besar itu seolah meledak, ledakan cahaya tanpa suara itu membuat langit menjadi terang.

Keterangannya terus melebar dan melebar hingga memenuhi seluruh langit ibukota sampai ke empat penjuru.

Ayden masih menatap kearah langit, kedua tangannya terlipat didepan dadanya. Ia menghela napas dan dengan lirih bergumam, "Ayah suka sekali pamer." 

Langit yang tiba-tiba berubah menjadi terang membuat para penduduk Ibukota keluar dari rumah mereka, menyaksikan fenomena yang luarbiasa itu.

Jalanan di Ibukota yang awalnya sepi oleh penduduk karena mereka menghindari prajurit patroli menjadi ramai.

Mereka mungkin tidak tahu siapa yang menciptakan fenomena luarbiasa itu, namun mereka yakin itu adalah seseorang dari Dantevale.

Bahkan orang yang sangat awam tentang sihir dapat mengerti bahwa hal-hal semacam itu hanya dapat dilakukan oleh pengendali elemen.

Dan diseluruh kerajaan ini hanya Dantevale yang memiliki pengendali elemen.

Momen itu mungkin akan menjadi momen yang sangat dikenang oleh banyak orang di Ibukota.

Hal yang menurut Ayden hanya sikap pamer Ayahnya saja, menjadi sebuah harapan baru bagi negeri ini.

Selanjutnya...

Bagian 64. 'Ratollen Yang Mengancam Nyawa'

Eternal WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang