Bagian 44. 'Kemarahan Sang Dewi Es'

70 8 0
                                    

Duchy Vatillian,

Ujung Selatan Brechordon

Para pekerja tambang berbondong-bondong meninggalkan pertambangan batu sihir, mereka berjalan tergesa-gesa seraya meneriaki satu sama lain agar berjalan dengan lebih cepat.

Beberapa saat yang lalu gempa yang cukup kencang terjadi. Disaat seperti itu semua kegiatan di pertambangan harus dihentikan.

Itu adalah satu dari tiga tambang batu sihir utama milik Vatillian, salah satu yang paling besar dan menghasilkan batu sihir paling banyak.

Semua sumber kekuatan penyihir Vatillian juga berasal dari tambang tersebut karena dua tambang lain dipergunakan untuk bisnis.

Tidak sampai dua jam evakuasi kondisi tambang sudah sangat sepi, belum lagi malam sudah mulai datang.

Ayrece berdiri di dekat pintu masuk tambang yang sangat besar itu, dari sana ia dapat merasakan sihir yang cukup kuat.

"Sepertinya mereka memasang pelindung di sekitar sini," ucap Esthella yang berdiri di belakang Ayrece, dia lah yang menciptakan gempa tadi.

"Mereka juga memasang sihir pendeteksi," ucap Ayrece setelah memeriksa beberapa kali di pintu gua yang berukuran sangat besar itu.

"Seharusnya kita mengajak Nyonya Gingee ya," ucap Esthella, "Ia tidak akan suka dipanggil Nyonya, lagipula ia jadi sangat sibuk setelah hal itu terjadi," balas Ayrece.

Ayrece mengulurkan tangan kedepan merasakan sihir hitam yang menyelubungi pintu masuk tambang itu.

"Bagaimana jika membuat jalan lain ? Aku tidak bisa melakukan apa-apa tanpa masuk kedalam," ucap Ayrece yang menyadari bahwa sihir pelindung itu hanya terdapat di pintu masuk.

"Anda benar-benar ingin menghancurkan tempat ini ya ?" Esthella berucap seraya mengedarkan pandangan mengecek isi gua itu.

"Kalau dihancurkan saja mereka bisa memperbaikinya lagi," ucap Ayrece mengikuti Esthella yang mulai melangkah kearah hutan di sisi kanan pintu gua itu.

Kemudian keduanya menyusuri bagian pinggir dari gua itu, Ayrece dapat merasakan sihir yang sangat kuat dari dalam sana.

"Lewat sini" ucap Esthella seraya berhenti di dinding berbatu yang menjulang tinggi, tangannya mengulur menyentuh dinding berbatu itu.

"Tolong agak mundur, Nona" ucapnya, Ayrece menurutinya. Sekejap setelah ia berada tiga langkah di belakang Esthella, dinding berbatu itu bergetar.

Ayrece dapat merasakan getaran itu dari tempatnya berdiri, tidak lama kemudian bagian bawah dinding itu retak.

Retakan itu membesar keatas sampai setinggi tiga meter membuat sebagian dari dinding itu hancur berkeping-keping, meninggalkan sebuah lubang sebesar satu meter dan setinggi tiga meter dengan bentuk tak beraturan.

"Silahkan, Nona," ucap Esthella mempersilahkan Ayrece masuk, "Terimakasih." Ayrece melangkah dengan hati-hati melewati serpihan batu.

Di dalam sana cukup gelap, lubang yang Esthella buat tidak cukup membantu menerangi lorong gelap itu mengingat kondisi di luar juga sangat gelap karena mendung.

"Tempat ini sangat besar, kita perlu pergi lebih dalam lagi," ucap Ayrece, alhasil mereka harus melangkah di kegelapan tanpa penerangan.

Esthella berjalan dengan memegang gagang pedangnya yang masih terikat dipinggang untuk berjaga-jaga.

Aura pedang Esthella yang kekuningan cukup membantu mereka melihat dalam kegelapan meskipun tidak terlalu terang.

"Aku tidak mengerti kenapa mereka mematikan semua obor disini," ucap Ayrece, ia cukup kesal karena mereka berdua sama-sama tidak bisa menyalakan api.

Eternal WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang