Bagian 83. 'Gejolak Perang: Serangan Pasukan Bayangan'

46 10 0
                                    

"Hei ! Serang yang benar dong !" seru Bancroft ditengah-tengah kerumunan mayat hidup yang membuatnya muak.

Morgan yang berdiri dibelakangnya memutar bola mata malas. Mulut kakak pertamanya itu memang tidak pernah bisa diam.

Jika Balgh bisa bicara, Morgan yakin ia sudah membalas makian-makian yang diutarakan oleh Bancroft kepadanya itu.

Yang bisa dilakukannya saat Bancroft mencibirnya adalah melayangkan pukulan palunya kuat-kuat dan membuat tidak kurang dari sepuluh mayat hidup terhempas ke udara.

Morgan curiga Bancroft sengaja membuat Balgh marah untuk mempermudah pekerjaannya sendiri.

"Tidak kusangka calon penerus Ruzellaim adalah perencana yang amat sangat buruk," ucap Morgan mencibir kakak pertamanya itu.

"Apa kau bilang ?!" Bancroft menoleh spontan, memberikan celah bagi para mayat hidup meraih tangannya. "Sial," desisnya seraya mengayunkan kembali pedangnya.

"Kakak bilang jika kita melewati museum, mayat hidupnya akan lebih sedikit," ucap Morgan.

Memang benar Bancroft berkata demikian. Begitu Ayrece dan Faramond sudah terlihat bersama Nevaeh bersaudara melewati para mayat hidup, Bancroft memutuskan untuk ikut terjun.

Namun, dengan jalur yang berbeda. Mereka yakin Ayrece dan yang lain akan menuju ke arah barisan pavilliun di bagian belakang kompleks istana, karena dari sanalah mayat-mayat hidup ini berasal.

Atas usulan Bancroft ketiganya melewati pintu belakang istana ratu dan memilih melewati gerbang bagian selatan Istana.

Bancroft memperkirakan jalur yang diambilnya akan lebih sedikit mayat hidup karena lebih sempit.

Tapi, ternyata dugaannya salah. Para mayat hidup itu berdesakan melewati pelataran museum Istana, membuat ketiganya kesulitan menyerang.

Morgan hendak memaki kakaknya itu habis-habisan jika saja ia tidak menagkap sesuatu yang mencuri perhatiannya.

Di sebelah museum itu, ada bangunan rumah kaca istana. Bukan rumah kaca itu yang mencuri perhatian Morgan, tapi sihir yang menyelubungi tempat itu.

"Didepan, apa kakak melihat lapisan pelindung itu ?" tanya Morgan.

"Itu ? Kan tadi sudah kubilang itu adalah lapisan pelindung tingkat tinggi milik penyihir istana," jawab Bancroft.

"Tidak bukan itu, didepan sana. Yang mengelilingi rumah kaca itu," ucap Morgan.

Morgan yakin ia pernah melihat energi itu sebelumnya, namun karena pekatnya sihir hitam disekelilingnya dan ia yang sibuk menyerang dan tidak bisa fokus, ia tidak bisa mengamati dengan benar.

"Kebelakangku," ucap Bancroft menarik lengan Morgan agar berdiri dibelakangnya.

Meskipun sedikit kaget, Morgan mengerti maksudnya. Ia menurunkan pedangnya dan memfokuskan pandangan pada sihir pelindung itu sementara Bancroft melindunginya.

"Hei pria besar, jaga bagian belakangnya," ucap Bancroft.

Balgh hanya meliriknya sekilas, itulah yang ia lakukan daritadi, melindungi Morgan.

"Itu.." Morgan mulai mengingatnya.

"Kita harus berjalan maju lebih cepat," ucap Morgan.

Bancroft melirik adik tirinya itu. Ia memerintah tanpa mengatakan apa yang dilihatnya. Ia sedikit marah tentu saja, namun disaat seperti ini kemarahan hanya akan memperburuk situasi.

"Apa boleh buat, aku akan menggunakan energi yang berusaha kusimpan dari tadi."

Bancroft yang masih berdiri didepan Morgan menghempaskan pedangnya. Cahaya kekuningan dari pedangnya menghempas menyapu habis mayat hidup disekitar mereka.

Eternal WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang