Bagian 9. 'Sang Pengendali Api Biru'

183 22 0
                                    

"Jika aku melihat kalian masuk ke hutan dengan membawa busur seperti ini lagi, kalian akan benar-benar habis," ucap seorang anak laki-laki yang tahun ini akan memasuki umur lima belas tahun itu.

Tangan kirinya yang masih mengeluarkan kobaran api biru mengusap rambut perak berkilauanya ke belakang seraya menghela napas. 

Dihadapannya tiga pria dewasa dengan banyak luka goresan di tubuh mereka sedang berlutut mengampun-ampun pada laki-laki itu. 

Mata biru cerah laki-laki itu menilik busur dan anak panah dengan energi kelam yang sangat kuat memikirkan kemungkinan darimana mereka mendapatkannya.

 Busur dengan energi kelam yang biasa digunakan untuk menangkap hewan mistis yang disucikan, dan dengan energi sekuat ini pasti orang-orang ini mau menangkap Winter Phoenix.

"Keluar dari sini, cepat !" seru laki-laki itu menyuruh tiga pria dewasa dihadapannya untuk keluar dari hutan, dengan segera ketiganya bangkit berdiri lalu berlari tunggang-langgang tanpa menoleh kebelakang. 

"Para sampah merepotkan," gumamnya, tangannya terangkat memegang busur dan anak panah yang dibawa ketiga pria tadi dan secara tiba-tiba api biru membara melenyapkan busur dan panah itu.

Ayden Dantevale, ia merupakan anak genius yang dikenal sebagai putra tunggal Grand Duke Althare Dantevale, reputasinya di akademi Nasional Brechordon Myndart sangat luarbiasa. 

Ia adalah lulusan termuda akademi itu, dimana normalnya siswa Akademi Myndart lulus di usia delapan belas tahun atau paling cepat tujuh belas tahun sedangkan ia dapat menyelesaikan studi nya dan dinyatakan lulus di usia lima belas tahun dengan nilai sempurna. 

Ayden baru saja kembali dari akademi dan seharusnya ia kembali dengan pengawalan prajurit Kerajaan atas permintaan Raja Brechordon namun ia menolaknya terang-terangan dan berkata bahwa prajurit-prajurit itu hanya akan mati karena hipotermia atau dimakan monster.

Alasan yang sangat konyol, dan jika saja bukan seorang Ayden Dantevale yang mengatakannya pasti orang itu sudah dihukum.

Ayden ingat sekali ekspresi terkejut dewan Menteri saat Ayden dengan berani menyampaikan penolakan bantuan dari Raja secara langsung, menurutnya itu sangat seru. 

Saat itu Raja tertawa keras sekali mendengar penolakan Ayden untuk menutupi kecanggungan nampaknya.

"Kau benar-benar mirip Ayahmu," ucap Raja yang saat itu duduk di singgasananya dengan mengangkat dagunya tinggi-tinggi agar dapat memandang Ayden dengan rendah.

"Itu karena saya putra nya, bukan begitu Yang Mulia ?" Ayden memaksakan senyumnya.

Ia sudah tidak tahan berada di aula pertemuan itu apalagi melihat kumpulan orangtua yang memakai jubah panjang dan topi tinggi itu.

 Sebenarnya ia tidak ingin datang memenuhi undangan Raja tapi akan sangat merepotkan jika ada berita bahwa dirinya yang merupakan penerus keluarga Dantevale menolak mendatangi undangan Raja tanpa alasan. 

Lagipula ia juga memiliki tujuan untuk datang ke Istana.

"Kalau begitu kau akan dijemput oleh prajurit dari Duchy ? Jika demikian aku ingin mengundang mereka kemari untuk mengobrol" ucap Raja sedikit merendahkan volume suaranya.

 Ayden tahu betul maksud Raja meskipun ia berusaha menyembunyikannya, bahkan seluruh penjuru Brechordon tahu kalau Raja dan dewan Kementrian sangat penasaran akan kekuatan militer Dantevale. 

Ayden menunduk menatap lantai aula yang berkilauan, ia tersenyum geli mendengar ucapan Raja.

"Tanpa mengurangi segala hormat Yang Mulia tapi dari awal memang Ayah saya tidak berniat untuk mengirim prajurit ke ibukota," ucap Ayden mengangkat kepalanya. 

Eternal WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang