Hari ini Navya sekolah, karna kakinya sudah lumayan mendingan. Sebelumnya Navya sudah memberi kabar kepada temannya kalau ia akan masuk sekolah. Sejak Karel pulang dari rumah Navya kemarin, mereka tidak komunikasi. Karel tidak memberi kabar, dan Navya juga diam. Hari ini Navya diantar papanya karena kakinya belum bisa kalau naik motor sendiri. Jika naik ojek, mamanya takut merepotkan abang ojeknya nanti. Sampai di sekolah Navya dibantu papanya sampai depan kelas. Navya sempat menolak karena Navya malu harus dibopong papanya, namun jarak gerbang ke kelas Navya agak jauh jadi dia tidak punya pilihan lain.
"Pagi om."
"Hai, pagi Dera Anggi. Titip Vya ya, kakinya masih agak sakit itu.
"Iya om, siap deh."
"Nanti kabarin ya sayang kalau pulang, papa jemput nanti. Papa berangkat dulu."
"Iya pa, hati-hati ya."
Navya dan teman-temannya salim kepada papa Navya. Tidak lama kemudian, bel masuk berbunyi dan Anggi harus pergi ke kelasnya. Navya merasa ada hal yang sedikit mengganjal dihatinya, ada yang kurang.Sebelum guru masuk ke kelas, Navya bermain HP dulu dan membuka berbagai sosmed yang ada diHPnya, barangkali ada gosip atau berita terbaru. Tiba-tiba Anggi mengirim pesan.
Baru kemarin lho sama aku, batin Navya. Karel memang jarang memakai motor itu, tapi hoodie dan helm seperti milik Karel, apalagi tangan. Navya bersama Karel bukan sebulan dua bulan.
Bukan pertama kali bagi Navya dijatuhi petir seperti ini, namun petir itu tetap membuat tubuh Navya sedikit bergetar kaget. Navya terus menyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang salah, dan tidak ada yang perlu ditangisi. Mereka sudah usai, harusnya hal ini tidak menjadi masalah. Tapi, Navya tidak bisa menyangkal perasaannya, dadanya sesak, tubuhnya lemas, rasanya hanya ingin mematung diam. Anggi dan Dera yang memahami kondisi Navya hanya diam karena tahu bahwa Navya sedang tidak butuh hiburan. Navya ingin sendiri, menghadapi semuanya, menangisi semuanya, dan meluapkan semua yang ia rasakan. Navya sama sekali tidak keluar kelas, takut-takut bertemu Karel.
Bel pulang, Navya menelpon papanya dan menunggu di kelas. Navya benar-benar menghindari Karel, bukan karena malas tapi ia tidak mau menangis karena mengingat hal itu. Setelah papanya sampai, Navya baru keluar kelas menuju gerbang, saat papanya melihat pun langsung menghampiri Navya untuk membantu Navya. Selama perjalanan Navya hanya diam, diam murung. Wajah sedihnya tidak bisa disembunyikan. Papanya langsung tahu kalau Navya punya masalah tapi memilih untuk tidak menganggu Navya. Papanya berusaha menghibur dengan memutar musik kpop kesukaan Navya dan mengajak Navya jajan makanan kesukaannya. Sampai di rumah Navya langsung ke kamar, mengunci pintu dan diam saja diatas kasurnya. Pikirannya bercabang, banyak yang ia pertanyakan dan pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Choice?
Teen FictionNyatanya mau setulus apapun, kalo yang dipengen bukan kita, mau apa lagi? maaf ya ceritanya berantakan banget karena ini baru pertama kali aku nulis:( gak lupa makasih bgt buat semuanya yang udah support😚