Chapter 9

864 77 0
                                    

Pagi itu Nino terbangun dari tidurnya yang sangat nyaman. Ia masih mengenakan piyamanya sambil mengerjap ngerjapkan matanya. Pagi itu seolah ia menemukan semangat baru setelah sepeninggal Nay yang kini berstatus sebagai mantan kekasihnya.

Ia pun segera pergi ke kamar mandi untuk membasuh dirinya dengan air hangat dan lalu mengenakan pakaian kerja terbaiknya, tak lupa ia mengenakan parfum bermerk Clive Christian Imperial Majesty kesayangannya. Setelah itu, ia pun dengan sumringah langsung turun ke lantai bawah untuk sarapan bersama kakak dan kedua orangtuanya.

"Pagi kak" sapa Nino pada sang kakak sambil mencium pipi kanannya

"Tumben" gumam Tasya kemudian

"Pagi yah, pagi ma" sapa Nino lagi

Ketiganya pun saling melirik satu sama lain karena tak biasanya Nino bersikap sehangat ini. Tapi mereka hanya bisa diam karena tak ingin mengganggu mood Nino pagi itu.

"Kak, bareng aku atau dijemput Tarra ?" Tanya Nino kemudian

Refleks Tasya melirik ke arah Nino dan memelototinya. Ia terkejut dengan sikap hangat sang adik yang sangat tiba tiba saja menurutnya. Biasanya dia akan merasa risih jika Tasya menumpang ke kantor meskipun jarak kantor mereka berdekatan. Kali ini tidak, pasti ada yang salah dengan adiknya kali ini.

"Tarra kayaknya ga bisa jemput, nanti aku pesan taksi online aja deh" jawab Tasya sambil sesekali menyuapkan nasi goreng buatan mama ke dalam mulutnya

"Udah sih bareng aku aja, kayak kantor kita jauh aja" ujar Nino kemudian

"Hmm" Tasya pun berpura pura sedang berpikir "oke deh" jawab Tasya kemudian yang sebenarnya ia bersumpah dalam hati kecilnya, ia akan menginterogasi adiknya ketika masuk ke dalam mobil nanti

"I'm done, ya udah yuk kak" ajak Nino kemudian

Nino pun segera pergi keluar rumah dan menuju garasi yang kemudian diekori oleh sang kakak yang berada persis di belakangnya.

*

Sepanjang perjalanan sesekali Tasya menengok ke arah Nino yang sedang senyum senyum tipis dibelakang kemudi. Ia mengerenyitkan dahinya, pasalnya ia tak pernah melihat adiknya bertingkah aneh seperti ini.

"Lu kenapa ?" Tanya Tasya kemudian yang membuat Nino langsung menoleh ke arahnya

"Gue ? Kenapa apanya ?" Tanya Nino balik sambil sesekali menengok ke arah kakaknya lalu menengok lagi ke arah depan karena ia sedang menyetir

"Lu kesambet setan apa pagi pagi gini ? Tumben banget ga rese, senyum senyum pula daritadi.. lu abis menang lotre ?" Tanya Tasya lagi sambil tetap memandang serius adiknya

"Lotra lotre lotra lotre ! Enak aja !" Hardik Nino yang mulai merasa kesal dengan tingkah kakaknya itu

"Terus lu kenapa ?" Tanya Tasya lagi, kali ini nadanya tak lagi sama dan lebih mengintimidasi

"Gapapa kak, i'm fine.. gue cuma abis mimpi yang bikin gue seneng aja dan rasanya ketika gue bangun pagi tuh nyamaaaaan banget" ujar Nino bersemangat

"Lu mimpi ngewe ?" Tanya Tasya yang lagi lagi membuat Nino kesal

"Lu bisa ga sih kak, ga bikin gue kesel ?" Tanya Nino yang kali ini mengintimidasi sang kakak

Mereka pun saling terdiam, Tasya bersama dengan pikirannya begitu pun Nino dengan angannya. Mimpi itu terlalu nyata untuk diabaikan olehnya. Ia pun bertekad bulat bahwa pada waktunya jam makan siang nanti, ia akan mendatangi kampus Nay dan mengajak dosennya itu untuk makan siang dan berkenalan lebih intens lagi. Ia tak peduli jika nanti dikatakan gila oleh sang ibu dosen.

Salah sendiri sudah mencuri first kiss-nya, perhatiannya dan sebagian dari pikirannya.

"Dah sampe nih" ujar Nino dengan ketus membuyarkan lamunan Tasya

"Kumat kan" cibir Tasya

"Dah sana turun turun" usir Nino sambil mendorong dorong kecil tubuh sang kakak

Tasya pun segera membuka pintu dan membantingnya. Ia kesal dengan kelakuan adiknya yang satu itu dan memang satu satunya. Meskipun ia sayang, tapi sepertinya adiknya akan membuatnya memiliki hipertensi jika terus terusan bersama dengannya sepanjang hidupnya.

Nino pun tak mempedulikan sikap sang kakak, ia tak khawatir bila Tasya benar benar marah padanya karena itu bukan hal yang akan mungkin terjadi. Ia pun langsung tancap gas menuju gedung kantornya yang kemudian di sapa oleh Tarra, sahabat yang juga menjadi karyawannya.

"Pagi boss" sapa Tarra basa basi

Nino hanya mengerenyitkan dahi dan memandang Tarra sekilas.

"Ke ruangan saya tar" perintah Nino dengan sikap dinginnya

Tarra pun mengekor Nino dibelakang tubuh tingginya dan sesekali tersenyum sumringah pada karyawati karyawati yang berbeda divisi dengannya namun sedang berada di lorong yang sama dengannya dan Nino. Melihat itu, Nino pun berbisik.

"Gue laporin Tasya lu ya" bisik Nino yang sukses membuat Tarra membatu, ia pun langsung melengkungkan bibirnya kemudian senyumnya pun seketika hilang

Nino pun segera duduk di belakang meja kerjanya ditemani Tarra yang kini ada di hadapannya. Matanya menyorot tajam pada Tarra yang kini balik menatapnya.

"Ada apa sih ?" Tanya Tarra yang merasa tak nyaman diperhatikan seperti itu oleh bossnya sendiri

"Mulai besok, lu jemput kakak gue tiap pagi sebelum ke kantor dan anterin sampe kantornya.. kalo ga ada bensin, lu bisa ngomong sama gue biar gue transfer ke lu buat uang bensin.. bisa kan ?" Tanya Nino tanpa banyak berbasa basi lagi

"Loh kenapa ? Kalian kan satu rumah, biasanya Tasya kan emang nebeng sama lu makanya gue jarang jemput kalo ga dia sendiri yang minta buat gue jemput dan antar ke kantor" bela Tarra sambil menatap sengit sang lawan bicara meskipun itu tak lain dan tak bukan adalah bossnya sendiri

"Kalo lu ngerasa keberatan, lu bisa mengajukan resign dari perusahaan ini sekaligus resign jadi pacarnya kakak gue" ancam Nino kemudian

Tarra terperangah, ia pun mau tak mau menyetujui keinginan bossnya. Meskipun ia tak mengerti, mengapa tiba tiba saja ia diminta untuk mengantar jemput sang kekasih yang biasanya itu bisa di lakukan oleh bossnya sendiri.

"Oh ya, nanti sore lu bisa urus Porsche 718 Boxster lu.. lu bisa pake itu buat anter jemput kakak gue" ujar Nino kembali dengan tatapan dinginnya

Tarra tambah melongo dibuatnya. Sebenarnya apa yang direncanakan oleh Nino yang ia tak ketahui ? Ia pun meringis membayangkan nasibnya selain menjadi karyawan sekaligus sahabat sang bos, ia pun menjadi kekasih sekaligus supir pribadi sang kekasih.

"Tenang, gaji lu gue naikin.. ga usah kebanyakan mikir" ujar Nino lagi

Tarra pun segera menampilkan senyum terbaiknya, karena hal inilah yang sebenarnya ia tunggu tunggu.

"Udah nih boss ?" Tanya Tarra

"Udah gitu aja, lu boleh pergi sekarang" jawab Nino sambil mengambil iPad miliknya yang terletak di meja sebelahnya

"Oke deh" jawab Tarra kemudian

Belum genap 2 langkah Tarra berjalan, Nino pun kembali memanggilnya.

"Tar" panggil Nino

Tarra pun segera membalikkan badannya supaya bisa kembali menatap sang bos yang baru saja memanggilnya.

"Ya boss ?" Tanya Tarra sambil mengambil sikap tegap dihadapan sang boss

"Kosongin jadwal meeting saya dari sekarang sampe dua hari kedepan" perintah Nino sambil menyedekapkan kedua tangannya di dada

Tanpa berani menginterupsi, Tarra pun mengiyakan permintaan Nino meskipun ia tahu amat sangat besar resikonya tapi lebih baik menurut apa kata sang bos daripada ia harus resign dari kantor dan juga resign menjadi kekasih dari kakak sang bos. Tarra pun segera keluar dari ruangan Nino sambil menghela nafas kasar.

"Untung bos, kalo bukan.. udah gue geprek kali" ujarnya gemas

Are You My Sunshine?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang