Genap seminggu setelah perdebatannya dengan Tere, Nino menghilang. Ia lebih senang menyendiri dan menjauh dari keramaian kota Jakarta. Ponselnya sengaja tidak diaktifkan, sedangkan ia membeli ponsel dan sim card baru untuk sekedar berselancar di dunia maya.
"Kamu lagi apa ya Ter ? Kamu ngerasa kehilangan aku ga ?" Gumam Nino sembari mengedarkan pandangannya ke luar jendela
Bukan tanpa sebab ia menghindari Tere dengan menghilang tanpa jejak seperti yang pernah ia lakukan sebelumnya, ia hanya ingin tahu seberapa besarnya dirinya diinginkan dan dibutuhkan. Ia merasa ragu sekarang, ia ragu terhadap perasaan Tere yang sebenarnya padanya.
Memang betul cintanya pada Tere sangatlah besar, bahkan jika Tere meminta nyawanya pada detik itu juga akan ia berikan dengan senang hati. Karena cintanya itu pula yang membuat rindunya saat ini terasa sangat menggebu. Tapi ia sadar, jika ia tidak menghilang untuk sementara waktu maka hubungannya dengan Tere akan semakin memburuk karena akhir akhir ini mereka sangat sering berdebat yang berujung pada pertengkaran.
Nino membakar sebatang rokok, lalu menghisapnya. Tak terhitung berapa bungkus rokok yang sudah ia habiskan selama seminggu ini. Bahkan berbotol botol bir juga setia menemaninya dalam kesendirian.
Tiba tiba ia teringat dengan Tasya yang tengah berbadan dua dan mempersiapkan pesta pernikahannya dengan Tarra. Ia pun segera mengambil ponsel lamanya, lalu mengaktifkannya. Ribuan chat masuk seketika memusingkan kepalanya. Baik dari Tere, Tarra dan juga Tasya serta beberapa partner bisnisnya.
Ia pun membuka chat dari Tasya, lalu langsung mem-videocall sang kakak yang ternyata ia sedang bersama Tere yang sedang terbaring di bangsal rumah sakit. Tasya pun langsung mengangkat videocall dari adiknya yang ia tunggu tunggu sejak adiknya dikabarkan menghilang begitu saja dari kekasihnya.
"Dimana lu ?" Todong Tasya sesaat setelah wajah sang adik terpampang di layar ponselnya, ia nampak lusuh dan tak terurus
"Bali" jawab Nino singkat
"Lu ga kangen sama dia ?" Tanya Tasya sembari membalikkan kameranya menjadi kamera belakang dan memperlihatkan Tere yang tengah terbaring di bangsal rumah sakit dengan tangan yang dipasang infus
Nino hanya tersenyum simpul melihatnya namun Tasya melihat ada kekhawatiran di wajah Nino yang tak dapat ia ungkapkan.
"Balik sini, ga kasian apa ya pacar sakit ga ada yang nemenin.. kakaknya sibuk ngurusin pernikahan mana lagi bunting gini ga dibantuin" omel Tasya
"Tarra mana kak ?" Tanya Nino kemudian
"Tarra lagi beliin bubur buat pacar lu nih, dia udah berapa hari ga mau makan.. lu ga ada mau pulang gitu ?" Tanya Tasya sembari memainkan rambutnya
Tiba tiba Tere mual dan hendak muntah yang cukup menjelaskan kondisinya sekarang ini tanpa Nino harus bertanya mengenai sakit apa yang diderita oleh kekasihnya.
"Iya gue pulang" ujar Nino kemudian tanpa berpikir panjang lagi
"Kapan ?" Tanya Tasya lagi
"Sekarang kak, iya gue pesan tiket pesawat dulu ya.. sabar" jawab Nino.
Ia pun segera mengambil ponsel yang satunya dan mencari tiket penerbangan untuknya hari ini. Setelah selesai, Nino pun mengabari Tasya yang masih tersambung dengannya lewat videocall.
"Udah kak, gue nyampe sana malam palingan.. kabari aja rumah sakitnya, udah ya gue packing dulu" ujar Nino berpamitan
Nadanya terdengar dingin tapi Tasya tahu bahwa adiknya sedang mengkhawatirkan Tere yang terbaring tak berdaya di bangsalnya.
"Ya, nanti gue chat" ujar Tasya pelan
Ingin sekali rasanya Tasya memarahi sang adik tapi melihat kondisinya yang nampak lusuh dan tak terurus sudah pasti ia juga berada di kondisi yang tak mudah. Hanya saja ia belum mau bercerita atau mungkin memang takkan pernah menceritakan tentang masalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You My Sunshine?
FanfictionNino adalah seorang putri konglomerat yang akhirnya jatuh cinta kepada Tere, sang dosen yang mengajar di kampus Nay kekasihnya