21. The Friendship

1K 116 19
                                    

Selama berada dalam ambulans, tak banyak yang bisa Dafa lakukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama berada dalam ambulans, tak banyak yang bisa Dafa lakukan. Sejak tadi yang dilakukannya hanya mencengkram jaket jeans-nya kuat-kuat. Lalu sesekali dia akan meraih selembar tisu dan menghapus rembesan darah yang mengalir dari dahi Finza tanpa sedikit pun mempedulikan kondisinya. Karena sungguh, perempuan ini jauh lebih perlu ditangani daripada dirinya yang cukup tahan banting sejak dulu.

Untuk kesekian kalinya, Dafa menghembuskan nafas barat. Dengan tangannya sendiri sudah berhasil dia jatuhkan korban dari ketinggian lantai dua. Dafa tidak tahu akan menjadi seperti ini akhirnya. Sekarang yang ada hanya penyesalan. Bukan lagi kebahagiaan yang dirasakanannya tadi. Semuanya telah lenyap. Tak bersisa lagi.

Pandangan Dafa jatuh pada bahu Finza yang bergerak naik-turun secara tak teratur. Lalu selang yang menempel di hidungnya. Belum lagi darah yang mengalir itu. Dafa tidak tahu mengapa sekarang dia malah berakhir menjadi iblis begini. Sungguh tidak mengerti.

"Anda perlu diobati," suara salah seorang perawat menginterupsi Dafa.

Sontak Dafa menjauhkan diri dan menggeleng. "Obati saja wanita ini. Saya baik-baik saja."

Suara sirine ambulans perlahan-lahan surut. Bersamaan dengan bunyi rem mendadak yang terdengar menyakitkan telinga. Lalu pintu dibuka dan dibanting kasar oleh sekumpulan perawat itu. Dari sisi lainnya perawat lain berdatangan menyiapkan tandu.

Dafa sendiri sudah berlarian mengikuti. Dia menyusul masuk ke dalam UGD dan dipaksa untuk menjalani pemeriksaan yang sama. Mulai dari luka-luka di dahinya sampai luka gores di tangannya.

Dafa menurut saja sewaktu salah seorang perawat mulai mengobati luka-lukanya dan menutupnya dengan perban. Tapi, lebih dari itu dia khawatir pada Finza yang masih tak sadarkan diri di sampingnya.

"Anda sudah selesai. Bisa menebus obat terlebih dahulu."

Dafa tersentak dan segera mengembalikan kesadarannya. Kemudian dia mengikuti saran seorang perawat. Meskipun setengah hatinya berat untuk meninggalkan Finza di sana. Pada akhirnya Dafa menyerah dan menebus obat-obatan ringan miliknya di apotek—yang terletak di depan UGD.

Baru saja Dafa selesai dengan tebusan obatnya, suara hentakan langkah kaki terdengar dari kejauhan. Dafa tidak tahu apa yang membuatnya tiba-tiba menjadi terusik. Tapi, suara-suara itu seperti pernah didengarnya dari suatu tempat. Dafa menoleh sekilas sebelum akhirnya langkah itu semakin dekat.

Sosok dengan jas putih itu yang kini melangkah mendekat.

Mengapa rasanya begitu tak asing?

Dafa berusaha menyipitkan matanya untuk menangkap bayangan itu secara jelas. 

Azarel. Laki-laki berjas putih itusahabatnya di masa lalu. Dafa tak mungkin salah lagi.

Sekantong obat di tangan Dafa telah jatuh. Pandangan matanya mulai mengabur. Seperti tertelan dalam kelamnya masa lalu, dia kembali terhempas. Pada suatu masa di mana hidup terasa jauh lebih melegakan dari yang dia kira. Masa-masa di mana dia bisa benar-benar mengumbar tawa dan merasakan apa itu bahagia. Dan dari sini dia bisa melihat sosok itu. Hanya beberapa detik tapi mampu memporak-porandakan dunia di sekelilingnya.

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang