76. The Other View

1K 152 15
                                    

London, Inggris

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

London, Inggris

Suara ketukan pintu itu terdengar nyaring. Salah seorang pengawal dengan pakaian hitamnya melangkah masuk ke dalam ruangan. Langkahnya yang semula mantap kini terdengar penuh perhitungan. Lalu semakin lama makin melambat.

Darian masih terus menatap kosong pada jendela-jendela kaca yang menampilkan panorama indah London dari sana. Sungai Thames yang menghampar luas, jalanan di tengah London's Bridge, dan cahaya-cahaya yang bersinar terang dari balik Westminster Palace.

Darian mendengus. Mengalihkan pandangan pada sekeliling ruangan. Ruangan yang ditempatinya begitu minim cahaya, bau obat-obatan menyengat, dan rasanya seperti terdampar di sebuah penjara. Darian membenci tempat ini. Meski nyatanya sebagian hidupnya telah dia habiskan di sini. Tapi, dia membenci bila dirinya sendiri yang harus terperangkap menjadi pasien di sana.

"Selamat malam Tuan Dan," suara James terdengar ragu—sedikit ketakutan saat menyapa Tuannya.

Darian menatap James bengis. Sebelah tangannya terbuka lebar untuk menerima apa yang akan diberikan oleh James. Kali ini James hanya tersenyum tipis. Lalu menyerahkan amplopnya pelan-pelan.

Darian membuka amplop itu dengan kasar. Dan seperti yang dia duga, foto-foto yang dilihatnya amat sangat menyakitkan mata.

"Brengsek!" Darian menyobek foto itu satu per satu, meremasnya, lalu melemparnya jauh-jauh ke depan.

"Maaf Tuan Dan, tapi—" suara James tersendat. "Tuan Dan harus belajar menerima pernikahan mereka. Begitu pesan Tuan Darwin."

Pandangan Darian teralih. Menghunus tajam pada James. "Saya tidak peduli dengan pesan si tua bangka itu! Brengsek! Dia sudah menipu saya!"

Darian meraih segelas air yang terletak di atas nakas. Lalu melemparnya hingga menimbulkan bunyi dencingan kuat. "Arniafinza tunangan saya! Seharusnya saya yang menikah dengan dia! Saya! Bukan anak pelacur itu!"

"Saya tahu Tuan, tapi Almarhum Nyo—"

"Jangan pernah bahas tentang Mama saya!" Darian berseru. "Mama memang pernah menginginkan pernikahan mereka. Tapi, itu dulu! Dulu sekali! Sebelum saya benar-benar resmi bertunangan dengan Finza! Setelah itu, Finza sudah menjadi milik saya! Saya yang seharusnya menikah dengan dia! Saya! "

"Saya mengerti Tuan Dan. Saya juga tidak tahu mengapa Tuan Darwin—"

"Sialan!" Darian kembali berseru. "Papa pernah berjanji pada saya—"

"Hentikan, Dan!"

Suara Darwin muncul begitu saja. Diiringi oleh bantingan pintu dan langkah tergesa-gesanya. James yang melihat Tuannya datang memilih segera menyingkir. Tidak ingin terlibat terlalu jauh dengan pertengkaran mereka. Setelahnya, dia meninggalkan ayah dan anak itu di dalam ruang perawatan.

"Hentikan," suara Darwin melirih. Segera diambilnya stetoskop untuk memeriksa kondisi Darian. Tapi, anaknya itu kembali berteriak. Lantas menghempaskan tangannya dengan kasar.

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang