77. The Right Time

1.1K 170 30
                                    

Pagi-pagi sekali Dafa sudah mendatangi rumah sakit dan bertemu dengan Ello

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi-pagi sekali Dafa sudah mendatangi rumah sakit dan bertemu dengan Ello. Dokter yang menanganinya itu hanya bisa mengernyit mendengar permintaan Dafa tentang keseriusannya menyembuhkan luka. Ello bahkan kebingungan saat menantu kembarannya itu meminta satu pack penuh obat-obatan dan salep untuk mengeringkan luka.

Ello hanya bisa menurut. Sembari tangannya sibuk melepas perban di perut Dafa, diamatinya tubuh pasiennya itu. Luka sambitan dimana-mana. Beberapa lebam dan kemerahan memenuhi sekujur tubuhnya. Sudah sering Ello melihatnya, tapi rasanya selalu mengerikan ketika menatapnya.

Ello tidak habis pikir mengapa pemuda tampan seperti Dafa memiliki luka tersembunyi yang mengerikan seperti ini. Beberapa garis panjang dengan warna merah keunguan bekas sambitan. Juga luka-luka lebam seperti bekas pukulan. Pasti rasanya menyakitkan sekali mendapat berbagai cambukan di tubuh.

Dafa tersenyum tipis. "Om selalu menatap tubuh saya seperti itu."

Ello berusaha mengenyahkan pikirannya dan kembali fokus. Lalu menuliskan beberapa resep di atas selembar kertas. "Maaf, Om sering berpikiran yang tidak-tidak. Maaf, ya."

"Memang begitu, sih." Dafa bergumam. "Orang-orang yang lihat luka saya pasti ketakutan. Saya jadi seperti monster dengan luka-luka ini."

Ello mengangguk-angguk mencoba mengerti.

"Kadang, saya sering takut kalau Finza tiba-tiba jijik melihat tubuh saya. Jadi—"

"Kalau dia benar-benar mencintai kamu, dia tidak akan pernah jijik. Percayalah dengan Om."

Dafa hanya memasang seulas senyum tipis. Setelah memakai kembali kaos dan jaketnya dia melangkah keluar. Hatinya masih terus resah dan gelisah. Berulang-ulang meyakini diri sendiri. Finza sudah pernah melihat lukanya sebelum ini. Kenapa dia harus takut? Toh, perempuan itu tidak jijik sama sekali.

Dafa selalu khawatir. Mengapa Finza harus menerima laki-laki dengan tubuh serusak dia? Mengapa?

Dafa memejamkan mata rapat-rapat. Kemudian kembali melanjutkan langkah. Suara ramai yang didengarnya saat melewati pintu kantin membuatnya sedikit penasaran. Matanya terbuka dan dia langsung mencari subjek dari sumber riuh itu. Ternyata berasal dari tengah pusat kantin.

"Oi, Dafian, sini lo!" seruan Rino terdengar.

Mau tak mau Dafa melangkah mendekat. Lalu menarik kursi tepat di hadapan Rino dan Azel yang tengah memakan sarapan mereka. "Lo berdua sepagi ini udah melipir aja ke kantin."

Rino mencibir. "Laper. Belum makan."

Dafa berdecak. Mengalihkan tatapan pada Azel. "Lo juga, Zel. Bukannya Tante Sharyn udah masak, ya? Kenapa mesti ke kantin? Nggak menghargai banget."

Azel baru akan menjawab sebelum Rino mengambil alih. "Lo kayak nggak tahu aja. Azel kan sering kabur kalau pagi-pagi. Katanya males diceramahin si Tante. Ya mending kabur aja. Cari makan sendiri."

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang