26. The Point

1K 115 9
                                    

Jika ada hari paling bahagia, hari inilah saatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika ada hari paling bahagia, hari inilah saatnya. Saat Finza kembali merasakan kebebasan dunia. Tanpa harus terkekang di dalam ruangan serba putih itu terus-menerus. Meskipun harus Finza akui pelayanan di sana cukup baik. makanannya juga tidak begitu hambar. Bahkan di setiap menitnya dia bisa bertemu dengan sahabat-sahabat sekaligus Om-Om nya yang bekerja di sana. Tapi, tetap tak memungkiri bahwa nyatanya Finza membenci tempat ini.

"Yeah, seneng banget yang mau pulang." Eza menyender pada tembok. Sengaja hari ini dia membolos untuk mengantar kembarannya itu pulang.

Finza merapikan ranjangnya dan tersenyum. "Iya, dong. Kerjaan di butik masih banyak. Kasihan Anna harus ngurus butik sendiri."

"Nanti lo ketemu lagi sama klien-klien nggak jelas. Terus sakit lagi, deh."

Finza membeku di tempatnya berdiri. Malas karena lagi-lagi kembarannya itu membahas hal yang dibencinya. Akhirnya Finza mengganti topik pembicaraan. "Ihh... Dedek mana, Ja? Kangen sama Dedek!"

"Dedek lagi bobok barusan! Jangan diganggu!"

Eza bersungut-sungut. Seperti kebiasaannya jika Finza dan Faza sudah mulai mengganggu tidur nyenyak anaknya. Karena duo saudaranya itu sama sekali tak rela jika anaknya sudah jatuh tertidur. Pasti dengan kurang ajar akan dibangunkan oleh mereka. Dan Eza paling tidak rela kalau waktu tidur berharga anaknya diganggu mereka.

Finza menggerutu jengkel. Kembali sibuk dengan aktifitasnya membereskan tempat tidur. Juga merapikan barang bawaannya yang diangkut ke sini.

Suasana hening cukup lama sampai terdengar langkah kaki nyaring dari kejauhan. Darian menampakkan diri dengan seulas senyum lebar. Sontak membuat Finza ceria dan berpaling dari kegiatannya. Kemudian berlarian ke arah Darian yang pagi itu muncul dengan balutan kemeja biru cerah dan celana hitam katun.

"Dan!" Finza memekik riang. "Ih, akhirnya kamu dateng juga. Aku nungguin dari tadi."

"Maaf ya bikin kamu nunggu lama." Darian mengusak lembut rambut Finza. "Kamu jadi pulang hari ini?"

"Jadi!" jawab Finza penuh semangat.

Eza berdecak. "Hmm, mulai deh kambuh. Jadinya lo mau bareng gue atau Dan?"

Finza nyengir lebar. "Aku bareng sama Dan aja deh, Ja. Kamu nggak apa-apa, kan?"

"Argh, kalau tahu gitu tadinya gue nggak usah bolos kerja. Hish, dasar lo." Eza mengangkut tas jinjing dari atas sofa. Pelan ditepuknya pundak Darian. "Ya udah. Gue titip Incha ya, Dan. Nanti ketemu di rumah aja."

Darian mengangguk pasti. "Oke." Pandangannya teralih pada Finza yang sudah tersenyum lebar. "Aku seneng kamu udah sehat."

Finza tersenyum tipis.

***

Seharian penuh bebas dari rumah sakit membuat Finza kembali memperoleh kebebasannya. Kesehatannya telah pulih dan dia bisa melakukan apapun yang dia mau. Mulai dari menggambar design kesukaannya, membantu Divia memasak—atau lebih tepatnya menghancurkan dapur kesayangan sahabatnya itu, merecoki anak-anak Champs, dan membuat keributan di kafe.

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang