35. The Trust

1.3K 127 41
                                        

Sorak sorai tepuk tangan terdengar dari aula show

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sorak sorai tepuk tangan terdengar dari aula show. Beberapa designer berjalan beriringan di atas panggung menampilkan rancangan sendiri. Tak kalah dengan model, kaki jenjang mereka berlenggak-lenggok. Memutari sisi panggung satu ke sisi lainnya. Lalu bergaya di depan kamera dengan seulas senyum menawan.

Finza masih diam di salah satu meja bundar VIP ditemani Champs. Dia asyik menikmati tontonan show saat teman-teman sesama designer-nya menampilkan hasil rancangan mereka di panggung sana. Mata Finza masih terus menilai setiap gaun yang dilihatnya. Dari sini, dia bisa langsung tahu, siapa lawan terberat. Bahkan temannya dari London bisa dikatakan saingan sendiri.

Sepuluh rancangan sudah ditampilkan. Kali ini sesi break dan diisi oleh fashion show dari para model. Finza langsung bisa mendengar dengusan dari Mauren saat sosok Monalisa Cathleya Siregar maju ke depan.

"Hmm... Cantik!" ketus Mauren tiba-tiba.

Eza tertawa garing. "Cantikan kamu, Ren. Ya kan, Ka? Cantikan Mama, kan?" Eza mengalihkan pandangan pada Kafka yang hanya mengedip-ngedip kagum menatap gemerlap panggung di depan. Bayi itu tersenyum lebar.

Faza berdecak tak habis pikir. "Ya elah si Kaka. Seneng banget lihat cewek-cewek seksi. Mukanya langsung gitu amat dah. Ketahuan nih gedenya kayak siapa."

Eza melirik Faza jengkel. "Maksud lo apa ngomong gitu?"

"Pernah denger kata pepatah? Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Ati-ati si Kaka ntar ketularan bapaknya." Faza menatap Mauren dengan muka horor siap menakuti. "Ati-ati, Ren. Jangan sampai Kaka jadi kayak Jaja yang playboy abis."

"Itu nggak bakal terjadi!" bela Mauren.

"Iya, Ren. Iya." Suara Eza mulai pasrah. "Besok dia jadinya dokter. Kalem. Baik. Kayak kamu gitu."

"Ya, harusnya begitu!" putus Mauren funal.

Azel yang sejak tadi diam menikmati show kini menggelengkan kepala. "Kalian bisa diem nggak, sih? Gue lagi nonton."

"Uuuh... Acel suka juga yang ginian! Wah, ternyata lo masih lurus juga, Cel." Faza masih terus berceloteh membuat yang lainnya ikut kesal. "Weits, Princessa Wardhana, bro! Oh my gosh... Ini yang gue tunggu-tunggu!"

Divia berdeham-deham. Suaranya tajam menusuk. "Cantik, ya, Fa sayang?"

Faza yang masih melongo langsung mengangguk-angguk tanpa sadar. "Cantik. Cantik banget, yang."

Divia tidak tinggal diam. Nyaris melempar tasnya tepat ke wajah Faza kalau tidak segera ditahan Azel yang kebetulan duduk di sampingnya. Lalu ribut-ribut kecil terjadi seperti biasa. Dengan Azel yang lagi-lagi hanya bisa menggelengkan kepala.

"Cha, sebentar lagi kloter kamu. Buruan siap-siap."

Finza mengangguk-angguk pada Divia. Sejurus kemudian dia sudah berjalan menuju backstage. Tepatnya ke arah sekumpulan designer yang berbaris di belakang sana. Dan melihat betapa glamour-nya baju yang dipakai mereka mendadak membuat nyali Finza menjadi ciut. Sejak tadi tiba-tiba jantungnya berdegup kencang. Finza menepuk dadanya berulang kali untuk menghilangkan rasa gugup. Matanya berputar menatap meja-meja VIP di depan panggung. Akhirnya Darian muncul setelah sekian lama laki-laki itu pamit ke toilet. Sekarang sorot matanya tertuju pada Finza. Seketika membuat Finza merasa sedikit tenang.

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang