52. The Clues

891 114 10
                                    

Keesokan harinya Dafa benar-benar memenuhi janjinya pada Sessa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya Dafa benar-benar memenuhi janjinya pada Sessa. Sekarang di sinilah dia berada. Tepat di depan ruang tunggu praktek salah seorang dokter kenamaan Jakarta Medical. Sudah sejak beberapa jam berlalu dan pasien keluar-masuk silih berganti.

Dafa masih merenung di depan pintu, menunggu-nunggu saat nomor antriannya dipanggil. Lama waktu berlalu, akhirnya nomor antriannya terpanggil juga. Dan ketika dia masuk ke dalam, hal yang pertama kali dilihatnya adalah sosok berbingkai kacamata hitam dengan wajah datar dan serius.

Dafa meliriknya sekilas dan membaca name tag bertuliskan Arviello. Mungkin ini hanya ilusinya saja atau memang wajah dokter ini mirip seseorang. Perlahan Dafa menyunggingkan seulas senyumnya.

"Selamat pagi—" Dafa terus menyunggingkan senyum. "Dokter Arviello?"

"Ya, selamat pagi. Silahkan duduk."

"Mmm... Saya Dafian, Dok. Saya—"

"Dafian?" satu kernyitan di wajah Ello muncul. Sebentar-sebentar dibukanya kembali dokumen di hadapannya. Lalu ditatapnya mata Dafa dalam-dalam. "Di sini ditulis Dafian Wiranata Dawson. Benar?"

"Iya, sebenarnya saya... Saya adik Darian yang bekerja sebagai dokter umum di sini."

"Loh, maaf sebelumnya, bukannya saya tidak percaya. Tapi, setahu saya Darian tidak memiliki adik. Dia hanya memiliki seorang kakak permpuan yang terpaut dua tahun dengannya. Begitulah yang sering diceritakannya pada saya."

Dafa tersenyum getir. Dia menunudukkan wajah dan memainkan kedua jemarinya yang saling bertaut. "Saya... Saya adik tirinya," jawabnya susah payah.

Kali ini kebingungan Ello semakin bertambah. "Adik tiri?"

Dafa mengangguk. Pelan disodorkannya amplop coklat yang sejak tadi dibawanya. "Sejujurnya ada yang ingin saya katakan pada Dokter. Sebenarnya ini rahasia keluarga kami. Tapi, ada baiknya Dokter sebagai senior Dan mengetahui hal ini—"

"Apa ini?" Ello meraih dokumen dari dalam amplop cokelat tua itu dan membuka-bukanya. Hanya butuh beberapa menit baginya untuk dapat mencerna hasil yang tertera di sana. "Darian sakit ginjal?"

Dafa mengangguk. "Ya, sejak kecil dulu. Tapi, dia nggak pernah mau membicarakan hal itu. Dia selalu memendam semuanya rapat-rapat."

"Astaga. Jadi..." Ello terdiam. "Sudah separah ini?"

Dafa terdiam.

"Darian selalu terlihat baik-baik saja di hadapan semuanya. Dia tidak pernah bilang apapun. Makanya saya pikir dia baik-baik saja. Ternyata..."

Dafa tertawa getir. Matanya menatap kosong ke depan. "Para dokter itu tetap manusia, bukan? Sehebat apapun dan sepintar apapun mereka, nyatanya mereka tetap manusia biasa. Mereka bisa bernafas, dan bisa mati kapan saja."

"Mendengar kamu bilang begitu, saya jadi semakin percaya bahwa kamu benar-benar putra Darwin."

Dafa menatap Ello bingung. Lamunannya buyar seketika. "Saya hanya bicara apa yang baru saya pikirkan."

Revenger CriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang