Mobil hitam milik Dafa berhenti di depan sebuah restaurant hotel mewah bergaya klasik modern. Mereka berjalan beriringan memasuki restoran itu. Sejak peristiwa majalah tadi mereka tak banyak bicara. Kecuali jika Dafa menanyakan sesuatu atau menggumamkan sesuatu, Finza akan menjawabnya dengan pendek-pendek. Karena jujur saja Finza jadi agak takut berdekatan dengan laki-laki itu. Berada di sampingnya membuat dia gugup dan sangat terintimidasi.
Begitu sampai di dalam, Dafa menyuruh Finza untuk duduk menunggu. Sementara dia pergi untuk memesan makanan. Tak lama kemudian laki-laki itu sudah kembali di hadapan Finza.
Finza yang tengah menatap keluar jendela terkesiap. Dia langsung menunduk pura-pura sibuk mengecek ponsel.
Dafa untuk kesekian kalinya mencoba tersenyum. Meski sangat kaku. "Lo gugup banget. Kenapa, sih?"
Finza memaksakan tawa. "Masak sih? Enggak kok. Aku cuma bingung. Belum pernah nyobain resto ini soalnya. Hehe."
Perhatian mereka teralihkan pada pelayan yang datang membawa pesanan. Beberapa main course, dessert, dan apetizer terhidang. Finza nyaris meneteskan air liur saking laparnya.
"Lupain aja. Ayo makan." Dafa menyurungkan piring ke depan.
Finza tersenyum cangggung. Namun pada akhirnya dia dengan penuh semangat melahap makanan itu. Dia bahkan menghabiskan hampir semua menu yang ada. Terakhir dia meminum teh chamomile yang dipesankan Dafa untuknya.
"Thanks ya Daf buat traktirannya. Aku pasti rakus banget, ya."
Dafa terkekeh. Dia menggeleng pelan. "Namanya juga laper pasti rakus."
Finza tersenyum malu-malu. Setengah hati merasa bersyukur karena kejadian majalah tadi sedikit terlupakan. Dan sepertinya Dafa sudah kembali seperti semula. Dia tidak lagi marah dan bertingkah dingin. Finza benar-benar lega.
"Tunggu, Daf-" Langkah Finza agak sedikit goyang ketika mereka menuju parkiran.
Dafa mengernyit heran ke arahnya. "Kenapa?"
"Kok aku jadi pusing, ya?" Finza memijit-mijit pelipisnya.
"Loh, gue nggak pusing, tuh." Dafa mengedikkan bahu. "Lo alergi sesuatu mungkin. Tadi ada udang tuh."
"Ah, enggak. Aku suka udang, kok. Apa gara-gara aku minum es kebanyakan, ya?"
"Mungkin aja." Dafa melanjutkan langkah dengan segera. "Ayo gue antar pulang sekarang."
Finza mengangguk. Dia memaksakan senyum sambil menekan-nekan kepalanya. "Maaf ya, Daf. Aku jadi ngerepotin banget. Eh, eh...Daf!"
Dafa menghentikan langkah dan menoleh panik ke arah Finza. "Ya?"
Finza meremas rambutnya semakin kuat. "Daf," suaranya gemetaran.
Melihat hal itu membuat seulas senyum Dafa muncul. "Sakit kepala?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomanceDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...