Dafa mengerjap perlahan membiasakan sinar matahari pagi yang menusuk-nusuk retina matanya. Tirai jendelanya sedikit terbuka saat dia membuka mata seutuhnya. Pagi-pagi seperti ini jarang sekali jendela kamarnya terbuka lebar begini.
Dafa terdiam sebentar. Perlahan bangkit menuju dapur. Hidungnya langsung mencium aroma masakan yang menguar dari sana. Dia melirik ke dalam dan menemukan Finza di sana tengah sibuk berperang dengan segepok alat panci dan kompor-yang entah apa yang sedang dia coba masak.
Pandangan Dafa terhenti pada sayur mayur yang terhidang di atas meja. Ada wortel, brokoli, sosis, dan sebagainya. Darimana, sih, sayur mayur itu? Perasaan Dafa tidak pernah membelinya sama sekali. Kenapa mendadak sayur-sayur itu ada di sini?
Dafa menatap punggung Finza yang sejak tadi bergerak kesana-kemari memotong sayuran ini dan itu. Perlahan Dafa menepuk punggung Finza.
Finza berjengit kaget dan menoleh. Seulas senyum terukir di bibirnya. "Hei, udah bangun?"
Dafa mengangguk malas. Kemudian bangkit menuju salah satu kursi dan mendudukkan diri. "Kamu ngapain?"
"Masak. Emang ngapain lagi?" Finza kembali memaksakan tawa. Kemudian meneruskan kegiatannya.
Dafa menatap Finza tak percaya. Matanya teralih pada potongan sayur mayur yang dipotong besar-besar. Belum lagi keadaan dapurnya yang acak-acakan seperti kapal pecah. Tepung terigu berhamburan di lantai, pecahan telur yang jatuh ke bawah, lalu kulit-kulit wortel yang dibiarkan di sepanjang meja dapur.
Melihat hal itu membuat decakan Dafa muncul. "Kamu yakin lagi masak?"
"Loh? Iya, kan?" Finza kembali tertawa. "Emang di mata kamu, aku lagi ngapain?"
"Di mataku? Kamu lagi berantakin dapur."
Dafa tak menjawab apapun selain mengambil alih nampan dari tangan Finza. Lalu mulai meraih pisau dan memotong sayuran itu satu per satu. Mulai dari wortel, brokoli, hingga sayuran lain yang ada. Sementara di sampingnya Finza hanya bisa melongo mendapati potongan sayur-mayur Dafa yang rapi.
Finza terdiam menggigit bibir. Matanya berputar menatap potongan sayur hasil tangan Dafa dengan miliknya sendiri. Dan setelah dibandingkan, ternyata miliknya nol besar. Tidak ada apa-apanya sama sekali. Pada akhirnya Finza-dengan hati setengah gondok-memunguti wortel potongannya dan membuangnya ke bak sampah terdekat.
Dafa melirik bingung. "Kenapa?"
"Punyaku nggak layak masak. Udah, kamu aja yang masak."
"Kok gitu?" Dafa tertawa lebar. "Ya, enggaklah. Punya kamu enak, kok."
"Yakin?" Finza mencibir sambil menusuk-nusukkan pisau di tangannya pada batang wortel yang masih utuh. "Kamu aja yang masak, deh."
Dafa menghembuskan nafas panjang. Matanya berputar dan menemukan kompor masih menyala. Di atasnya sebuah wajah dengan telur kematangan tampak berbau aneh. Dafa meringis menatap pemandangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenger Cries
RomanceDafian Wiranata Dawson (Dafa) membenci saudara tirinya, Darian Wiratama Dawson (Darian) karena telah merebut cinta pertamanya dan membuat hidupnya di masa lalu bagai terkurung dalam kegelapan. Mungkin dulu dia hanya remaja lemah yang mendapat cap an...